Entri Populer

Minggu, 19 Februari 2012

JURNAL INDEV

KERJASAMA LUAR NEGERI INDONESIA SEBAGAI BENTUK STRATEGI PEMBANGUNAN NEGARA DALAM PENCAPAIAN MILLENNIUM   DEVELOPMENT GOAL’S

Arif Frastiawan  S
090910101013
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jember

Abstract
Millennium Development Goal's as a result of the millennium declaration of the union of nations, which contains eight millennium development goals agreed upon by all members of the union of nations to be achieved in 2015. Millennium Development Goal's has become a challenge for developing countries especially Indonesia to try to do development in the country and can compete and put their existence in the current era of globalization.

PENDAHULUAN

Di era globalisasi seperti saat ini, negara dituntut untuk mampu bersaing dengan negara lain demi menjaga eksistensinya dalam kancah perekonomian Internasional. Dengan adanya globalisasi dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang luar biasa telah membuat dunia menjadi terbuka yang menyebabkan aktivitas lintas batas dan komunikasi virtual[1]. Keterbukaan dunia sebagai akibat dari globalisasi yang menuntut negara untuk selalu bertahan dan berjuang agar mampu menjaga eksistensinya, dibutuhkan sebuah usaha yakni melakukan pembangunan di berbagai bidang di negaranya.
Keberhasilan pembangunan dalam negeri suatu negara merupakan tolak ukur yang tepat untuk menilai tingkat kesejahteraan negara tersebut di mata dunia Internasional. Pembangunan hendaklah bersifat pemerataan sehingga dapat menyentuh segala sudut masyarakat yang ada. Logika yang dapat dibangun dengan adanya pembangunan yang yang memfokuskan pada pemerataan, maka akan menciptakan pemerataan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan pemerataa kesejahteraan seperti itu, maka secara sistemik akan tercipta sumber daya-sumber daya manusia yang kemudian nantinya dapat diorientasikan untuk membantu melanjutkan upaya pembangunan di negaranya. Sehingga orientasi pembangunan negara menjadi pasti hingga ke depannya dan tidak mengalami hambatan.
Globalisasi telah menciptakan sistem dunia seperti saat ini. Dimana dunia menjadi lebih terbuka sehingga melahirkan persaingan ekonomi di dunia melalui sebuah proses yang dinamakan Pembangunan. Persaingan dalam hal ini memiliki makna akan pembangunan yang baik yaitu berupa penguatan basis material suatu negara yang utamanya melalui industrialisasi[2]. Jika Merujuk pada perkembangan industri dunia saat ini kita bisa melihat bahwa negara-negara dunia berlomba untuk mengembangkan Industri dalam negeri yang bersifat mandiri. Pengambilan Kebijakan-kebjakan yang bersifat strategis jangka pendek, menengah maupun jangka panjang dalam bidang pembanguann pun sudah banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia termasuk negara-negara berkembang seperti Korea Selatan dan Brazil yang dapat dikatakan telah berhasil dan sukses dalam pembangunan negaranya.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga melakukan hal yang sama agar dapat menjaga eksistensi dan konsistensi Indonesia dalam kancah perekonomian Global. Beberapa kebijakan yang di tempuh pemerintah diantaranya Penguatan struktur industri setengah jadi, pengembangan infrastruktur, sumber energi alternatif, dan efisiensi sistem transportasi dan logistik perlu dilakukan dalam waktu dekat ini.  Pembangunan pendidikan tingkat dasar, reformasi birokrasi dan regulasi serta penguatan semua produk hukum agar dapat meningkatkan dan menumbuhkan pola kerja yang efektif dan efisien baik di pemerintahan maupun pada proses perekonomian suatu negara.[3]
Bersamaan dengan Globalisasi yang sekarang sedang berlangsung di dalam perekonomian dunia saat ini, PBB  mengeluarkan sebuah Program yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan dunia pada tahun 2015 yang berisi delapan Program yang bernama Millennium Development Goal’s atau disingkat MDG’s. Millenium Development Goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB[4]. ini adalah pertama, memberantas kemiskinan dan kelaparan. Kedua, memberikan pendidikan dasar untuk semua golongan. Ketiga, kesetaraan Gender dan penguatan peran Wanita. Keempat, mengurangi tingkat kematian bayi. Kelima, meningkatkan kesehatan ibu. Keenam, adalah melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnnya. Ketujuh, penyelamatn lingkungan dan yang terakhir kedelapan adalah meningkatkan kemitraan Global dalam rangka meningkatkan pembangunan.
KENDALA SEBAGAI TANTANGAN
Dapat dikatakan bahwa Indonesia mengalami keterlambatan dalam melakukan persiapan dalam meghadapi tantangan MDG’s. Fasilitas-fasilitas yang harusnya mulai disediakan oleh negara masih minim seperti jalan dalam mempermudah akses transportasi. Penyediaan instalasi kesehatan seperti pos pelayanan terpadu,  rumah sakit. Perbaikan dan pembangunan gedung sekolah dalam mempermudah akses pendidikan. Penyediaan listrik sebagai kebutuhan energi masyarakat. Ketersediaan air bersih yang masih cukup sulit. Tergantungnya pemerintah negara Indonesia terhadap penggunaan BBM, deforestasi lahan untuk perumahan, lahan sawit dan belum diterapkannya ekonomi berbasis lingkungan di Indonesia merupakan hamabtan-hambatan yang bisa mengganggu Indonesia dalam mencapai kedelapan tujuan MDG’s[5].
Kendala tersebutlah yang menjadi tantangan bagi negara Indoesia dalam menerapkan dan menjalankan MDG’s ini sebagai program yang diprioritaskan sebagai program yang telah disepakati oleh semua negara anggota PBB untuk mencapai visi bersama yaitu end world poverty 2015. Indikatornya adalah delapan sasaran pembangunan yang tercantum sebagai butir-butir MDG’s tersebut.
Selanjutnya pemerintah dihadapkan pada sebuah problema baru yakni menjaga konsistesi dan eksistensi negara Indonesia di dunia Internasional. Pemerintah di masa sekarang, diminta untuk pandai-pandai mencari peluang serta kesempatan agar MDG’s ini tidak menjadi sebuah ancaman bagi Indonesia melainkan sebagai cara untuk memajukan Indonesia menjadi sebuah negara hyang berhasil mencapai kesejahteraan melalui upaya pembangunannya. Peran pemerintah diperlukan secara mutlak didalam program mensukseskan program MDG’s, karena pemerintah Indonesia seringkali kurang berkonsentrasi terhadap suatu permasalahan sehigga dampaknya terhadap rakyatnya. Program MDG’s ini adalah sebuah program Internasional yang membutuhkan peran pemerintah yang cukup besar dan karena rakyat membutuhkan peran dan kebijakan dari pemerintah yang tentunya berorientasi kepada kesejahteraan rakyatnya.


TANTANGAN, STRATEGI, SERTA BENTUK KERJASAMA LUAR NEGERI INDONESIA DALAM PENCAPAIAN MDG’S
            Dalam mencapai MDG’s tentu saja dibutuhkan strategi-strategi jitu oleh negara dalam menghadapi tantangan MDG’s. Pemerintah Indonesia memilih strategi kerjasama Internasional dalam bentuk kerja sama antar negara, khususnya sesama anggota PBB. Di sisi lain pemerintah Indonesia juga bekerjasama dengan organisasi-organisasi dibawah naungan PBB yang secara khusus bergerak di bidang-bidang tertentu seperti kesehatan dan pendidikan.
            Selanjutnya akan dijelaskan secara rinci perkembangan kondisi negara Indonesia saat ini, tantangan apa saja serta strategi yang dilakukan dalam bentuk kerjasama Internasional terkait dengan delapan tujuan pembangunan millennium yang tercantum sebagai delapan butir Millennium Development Goal’s.
Poin pertama dalam MDG’s yakni “Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan”. Terbagi menjadi dua target yakni pertama menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 (PPP) per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan target kedua yakni menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015[6]. Terkait target pertama terdapat kondisi Indonesia yang mengacu pada garis kemiskinan nasional, persentase penduduk miskin menunjukkan kecenderungan menurun selama 30 tahun terakhir terhitung dari tahun 1976-2006. Namun pada tahun 2006 terjadi tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 17,75 persen, hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya angka inflasi karena pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak dalam negeri, diikuti dengan meningkatnya harga beras selama kurun waktu tersebut[7].
Tantangan bagi pemerintah Indonesia terkait target pertama antara lain menjaga kegiatan ekonomi nasional yang pro rakyat agar dapat mendorong turunnya angka kemiskinan, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan-pelayanan dasar masyarakat, melibatkan masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan kapasitasnya sendiri dalam menanggulangi kemiskinan, belum berkembangnya sistem perlindungan sosial yang berbentuk bantuan sosial maupun jaminan sosial berbasis asuransi bagi masyarakat miskin, dan adanya kesenjangan yang mencolok antar berbagai daerah[8].
Strategi yang dilakukan pemerintah terdiri dari mendorong pertumbuhan  yang  berkualitas, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan dan gizi  termasuk pelayanan keluarga berencana, serta  infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi, berkaitan dengan  program  pemberdayaan  masyarakat  miskin, pemerintah meluncurkan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM). PNPM selain bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan,  juga ditujukan untuk dapat menciptakan kesempatan kerja sekaligus memenuhi kebutuhan infrastruktur di berbagai pelosok Indonesia, menyempurnakan serta memperluas cakupan perlindungan sosial, terutama bagi mereka yang rentan[9].
Bentuk kerjasama luar negeri yang dilakukan Indonesia terkait target pertama ini adalah kerjasama antara Indonesia-Cina dalam usaha pembangunan industri di Kalimantan Tengah. Dari pihak Indonesia Gubernur Kalteng A.Teras Narang melakukan kunjungan ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tanggal 22-26 Februari 2011 untuk melakukan penandatanganan MoU dengan industri-industri besar di Cina seperti China Railway 18th Bureau Group Ltd, Ever Rise International Investment Ltd,  China National Tourism Administration (CNTA) di bidang. Pariwisata dan Beijing Automotive (BAIC)[10]. Hal tersebut ditujukan untuk pembangunan pabrik-pabrik serta area pariwisata di Kalimantan Tengah untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini merupakan salah satu contoh strategi kerjasama internasional Indonesia dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.
Target kedua dalam poin pertama MDG’s ini yakni menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015. Menyebabkan sejumlah tantangan bagi Indonesia yakni antara lain mencakup tiga aspek yakni pertama pelaksanaan penanganan masalah kelaparan mengharuskan adanya kerjasama lintas pelaku, mengingat masalah kelaparan dan khususnya masalah gizi merupakan masalah yang sangat krusial, kedua yakni penempatan sasaran dalam perbaikan gizi yaitu perlunya dilakukan terutama kepada ibu hamil,  bayi, dan balita, serta lebih utama lagi pada kelompok masyarakat miskin, dan aspek yang ketiga adalah kondisi kewilayahan yang beraneka ragam sehingga mengakibatkan budaya kecukupan gizi antara daerah satu dengan daerah lainnya turut berbeda[11].
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut, yakni kerjasama yang dijalin oleh Indonesia dan Australia. Dari pihak Australia yakni Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, berkunjung ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 9-10 September untuk memperkukuh kerja sama dengan NTT, khususnya di bidang kesehatan dan ketahanan pangan[12]. Kerjasama ini merupakan salah satu bentuk kerjasama antar negara yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan perbaikan gizi dan kesehatan ibu untuk tahun 2015 terkait dengan MDG’s.
Poin yang kedua dari MDG’s yakni “Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua”. Garis besar dari poin kedua ini terletak pada upaya peningkatan taraf pendidikan seluruh masyarakat Indonesia dan diupayakan dalam bentuk usaha pemberantasan penyandang buta huruf yang masih tinggi di Indonesia. Sesuai kondisi di Indonesia dalam hal peningkatan taraf pendidikan, terdapat kesenjangan partisipasi pendidikan yang sangat mencolok antara kelompok masyarakat bawah dalam artian disini yakni keluarga miskin dan kelompok atas atau masyarakat golongan kaya ini menunjukkan diperlukannya peningkatan perhatian pada kelompok keluarga miskin dalam memperoleh akses pendidikan.
Tantangan yang dihadapi pemerintah terkait poin kedua dari MDG’s ini  yakni Pertama adalah tingginya anak usia sekolah yang tidak sekolah dan/atau putus sekolah. Kedua kesenjangan partisipasi pendidikan antargolongan pengeluaran terbawah dan teratas maupun antardaerah. Ketiga yakni kesenjangan kapasitas  pendidikan yang ditandai oleh tingkat daya tampung, kualitas pendidikan, dan sistem evaluasi pendidikan[13]. Diperlukan strategi-strategi yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut.
Strategi yang dilakukan pemerintah antara lain meliputi meningkatkan dan menguatkan program-program esensial yang telah ada untuk meningkatkan partisipasi pendidikan. Memberikan peluang yang lebih besar kepada sekolah-sekolah swasta dan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat agar mereka dapat lebih  berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan dasar. Mengupayakan  penanganan lebih efektif terhadap target-target masyarakat yang tidak terjangkau (miskin,  terpencil, terisolasi). Mengupayakan penanganan pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar secara sinergis antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Strategi yang terakhir yakni melibatkan partisipasi seluruh kekuatan masyarakat, sehingga pelaksanaan penuntasan wajib belajar 9 tahun betul-betul merupakan gerakan sosial[14].
Bentuk kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terkait strategi untuk pencapaian poin kedua MDG’s ini yakni kerjasama Indonesia dengan badan PBB untuk anak-anak (UNICEF). Dalam hal ini UNICEF memberikan bantuan dana sebesar 4 juta dollar Amerika untuk dialokasikan dalam pengembangan program pendidikan di provinsi Papua dan Papua Barat selama tahun 2010-2012[15]. Dengan bantuan tersebut diharapkan dapat menjadi modal pembiayaan akan program-program pendidikan yang hendak dicanangkan di provinsi Papua dan Papua Barat, sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan masyarakat Indonesia khususnya di wilayah Papua tersebut.
Poin ketiga dari MDG’s adalah “Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan”. Secara garis besar poin kedua MDG’s ini yakni konsentrasi dalam upaya penyetaraan kedudukan perempuan yang selama ini dianggap selalu dibawah pria dalam hal pendidikan, pekerjaan dan lainnya. Sehingga dibutuhkan strategi-strategi pemerintah untuk menghapuskan ketimpangan tersebut.
Tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia terkait kondisi tersebut meliputi Pertama yakni dibutuhkannya jaminan kesetaraan gender dalam berbagai peraturan perundangan-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, mulai dari  tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota. Kedua peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan melalui aksi afrmasi (affrmative actions) di berbagai bidang pembangunan, dengan tujuan untuk mengejar ketertinggalan perempuan. Ketiga peningkatan kualitas dan kapasitas kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender. Keempat meningkatkan peran lembaga  masyarakat dalam pemberdayaan perempuan, terutamaorgan isasi-organisasi perempuan di tingkat akar rumput. Dan yang kelima merevisi peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan[16].
            Upaya-upaya yang ditempuh oleh pemerintah antara lain meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik. Meningkatkan taraf pendidikan dan akses serta kualitas kesehatan serta bidang pembangunan lainnya, yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan. Selanjutnya, yakni upaya memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan  pengarusutamaan gender dalam perencanaan,pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program,dan kegiatan pembangunan[17].
            Bentuk upaya kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia, yakni kerjasama yang dilakukan antara negara Indonesia dengan negara Malaysia. Dilakukannya kerjasama dalam bentuk penandatangan nota kesepahaman (MoU) oleh kedua belah pihak yang diwakili masing-masing sekretaris menteri pemberdayaan perempuan[18]. Kerjasama ini dijalin guna memfokuskan dalam bentuk pelatihan-pelatihan dan juga pertukaran informasi dan share data serta pengalaman dalam beberapa bidang mencakup bidang perlindungan anak hingga penyetaraan gender. Kerjasama ini mencerminkan upaya pemerintah Indonesia dalam menjawab tantangan dari poin MDG’s yang ketiga tersebut.
            Poin keempat dan kelima dalam MDG’s adalah “Menurunkan Kematian Anak” dan “Meningkatkan Kesehata Ibu”. Garis besar dari poin keempat dan kelima ini yakni target dalam menurunkan angka kematian balita serta kesehatan ibu hingga tahun 2015. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dari poin keempat MDG’s ini antara lain, Sebab kematian pada anak. Kesehatan neonatal dan maternal. Perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi golongan miskin dan kelompok rentan di perdesaan dan wilayah terpencil, serta kantong-kantong kemiskinan di daerah perkotaan. Tantangan yang terakhir yakni penerapan desentralisasi kesehatan[19].
            Tantangan dari poin kelima MDG’s yakni penurunan angka kematian ibu sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang justru berada di luar sektor kesehatan. Hal ini disebabkan oleh status kesehatan manusia yang bukan hanya dipengaruhi oleh sektor kesehatan, melainkan juga faktor-faktor lain (determinan) seperti lingkungan fisik (prasarana), lingkungan sosial ekonomi, serta lingkungan budaya dan politik. Determinan lain adalah sifat-sifat yang melekat pada genetik individu, perilaku, serta gaya  hidup. 
Upaya yang ditempuh pemerintah antara lain pelayanan antenatal, persalinan  oleh tenaga kesehatan, dan pelayanan dasar serta komprehensif untuk  darurat  obstetric. Memberikan akses pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin, meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kebidanan dasar, pelayanan perbaikan gizi, revitalisasi pos pelayanan terpadu (posyandu), pemberantasan penyakit menular, dan revitalisasi kewaspadaan pangan dan gizi. Menetapkan program Jaminan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin atau lebih dikenal sebagai askeskin. Kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJM 2004-2009 terutama diarahkan untuk pengembangan instansi kesehatan (posyandu) dan tenaga kesehatan (bidan dan dokter)[20].
Bentuk kerjasama luar negeri yang dilakukan pemerintah Indonesia yakni kerjasama Indonesia dengan PBB. PBB melalui UNICEF menyetujui empat dari delapan program pemerintah provinsi NTT, yakni pendidikan, kesehatan, tata ruang dan lingkungan, serta pemberdayaan perempuan dan anak[21]. Dalam kerjasama ini program kesehatan dan program pemberdayaan perempuan dan anak merupakan program yang didukung oleh PBB untuk mengurangi angka kematian anak serta pemeliharaan kesehatan ibu.
Poin keenam dari MDG’s adalah “Memerangi HIV, AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya”. Secara garis besar dari poin keenam MDG’s ini yakni target pemerintah untuk menahan dan mengendalikan penyebaran penyakit HIV,  AIDS, dan Malaria hingga tahun 2015. Terdapat tantangan dan upaya dari pemerintah Indonesia dalam memerangi HIV dan AIDS serta tantangan dan upaya dalam memerangi malaria.
Tantangan untuk pemerintah Indonesia terkait target memerangi HIV dan AIDS yakni antara lain, Ancaman penularan HIV dan  epidemi AIDS  telah  terlihat melalui data  infeksi Hiv yang terus meningkat. Pada tahun 2006, diperkirakan terdapat 169.000-216.000 orang yang terinfeksi HIV. Kedua yakni kebanyakan penularan terjadi pada sub populasi berisiko kepada isteri atau pasangannya. pada akhir tahun 2015 diperkirakan akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 38.500 anak yang dilahirkan dari ibu yang positif HIV[22]. Tantangan tersebut telah menunujukkan bahwa bahaya HIV dan AIDS masih terus menjadi masalah yang serius di Indonesia.
Upaya-upaya dari pemerintah terkait penanggulangan HIV dan AIDS yakni Rencana Aksi Nasional (RAN) penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010 telah dirumuskan untuk merespon epidemi HIV dan AIDS. Program 7 rencana penanggulangan HIV dan AIDS. Upaya selanjutnya yakni aksesibilitas ODHA terhadap pelayanan kesehatan ditingkatkan dengan menambah rumah sakit rujukan[23].
Dalam penanganan terhadap malaria tedapat tantangan untuk pemerintah sebagai berikut, hubungan dengan kemiskinan Tingginya prevalensi malaria merefeksikan adanya hambatan fnansial dan budaya untuk mencegah dan mengobati malaria secara tepat dan efektif. Selanjutnya terkait SDM dan juga Resistensi yang dilaporkan sedang terjadi di seluruh provisi[24]. Selanjutnya yakni upaya-upaya yang dilakukan oleh pemeritah Indoesia yakni melalui pendekatan Roll Back Malaria (RBM) yang dioperasionalkan dalam gerakan berantas kembali (GEBRAK) malaria sejak tahun 2000, yang terdiri dari delapan program pemberantasan Malaria[25].
Bentuk kerjasama luar negeri pemerintah Indonesia terkait poin keenam MDG’s ini adalah kordinasi pemerintah Indonesia dengan Global Fund. Dimana Global fund to Fight AIDS mengucurkan dana sebesar US$55 juta untuk penanganan HIV/ AIDS di Indonesia[26]. Dana tersebut secara bertahap selama 5 tahun akan dikucurkan, dana tersebut memberikan kontribusi yang baik dalam melakukan penangaanan HIV dan AIDS di Indonesia. Terlihat dari semakin banyaknya persedian atibiotik di instansi-instansi kesehatan di Indonesia.
Poin ketujuh dari MDG’s yakni “Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup”. Terkait kondisi wilayah Indonesia yang memiliki hutan-hutan yang banyak terdapat didalamnya flora dan fauna yang perlu dilestarikan. Tantangan dan upaya yang harus dihadapi yakni kebakaran hutan dan lahan, perambahan hutan, pembalakan liar (illegal logging), konversi hutan, dan pengelolaan hutan yang tidak lestari. Upaya yang dilakukan yakni rehabilitasi hutan dan lahan mutlak dilakukan untuk mengurangi laju degradasi hutan dan lahan sehingga dapat mempertahankan daya dukung hutan dan lahan terhadap kehidupan. Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan kehutanan, terutama pembalakan liar[27].
Strategi kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terkait dengan poin ketujuh MDG’s ini yakni kerjasama antara Idoesia dengan Belanda. Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda menyepakati kerja sama Clean Development Mechanism (CDM) sektor energi sebagai implementasi dari efektifnya Protokol Kyoto untuk mereduksi emisi gas rumah kaca[28]. Kerjasama ini memberikan bentuk nyata kepedulian pemerintah Indonesia dalam melestrarikan lingkungan hidup yang hingga saat ini memerlukan perhatian serius karena semakin parahnya tingkat pemanasan global.
Poin kedelapan sekaligus poin terakhir dari MDG’s ini yakni “Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan”. Secara garis besar dari poin kedelapan MDG’s ini bagaimana negara-negara saling membantu dan menjalin kerjasama global guna pencapaian negara-negara akan tantangan dari MDG’s tersebut untuk tahu 2015 mendatang.
Tantangannya untuk pemerintah Indonesia terkait target yang ada dalam poin kedelapan MDG’s ini yakni target mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka. Salah satu tantangan yang terkait proteksi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap sektor pertaniannya membuat negara-negara lain seperti Amerika, Jepang dan Uni Eropa memberikan subsidi yang besar terhadap petani-petani mereka sehingga menyebabkan posisi yang sulit terhadap petani-petani di negara-negara miskin sehingga berpengaruh dalam hal ekspor barang oleh barrier dan juga terhadap impor barang[29].
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yakni dengan meluncurkan paket kebijakan penanaman modal untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif agar dapat menarik penanaman modal asing yang sejauh  ini  belum berhasil mencapai tingkat sebelum krisis. Selanjutnya, untuk meningkakan penanaman modal, indonesia mengembangkan beberapa zona perdagangan bebas baru[30].
Bentuk kerjasama Indonesia dalam menjalin kemitraan global untuk pembangunan yakni keikutsertaannya dalam forum G20. Berita terbaru terkait keikutsertaan Indonesia dalam forum tersebut yakni hadirnya Presiden SBY beserta Ibu Ani Yudoyono dalam KTT G20 di Seoul, Korea Selatan pada tanggal 11 November 2010. Presiden berpendapat pentingnya kehadiran beliau di KTT tersebut selain alasan untuk pertama kalinya KTT tersebut dilaksanakan di Asia namun juga untuk pertama kalinya isu pembangunan akan dibahas dalam konferensi tersebut[31].
PENUTUP
            Globalisasi telah membuat dunia lebih terbuka akan komunikasi dan pertukaran infomasi yang tidak terbatas ruang dan waktu. Globalisasi melahirkan sistem yang bernama pasar bebas sehingga menuntut negara-negara untuk siap dan mampu bersaing dalam menjaga eksistensi masing-masing negaranya dalam sistem dunia yang telah dibangun seperti saat  ini.
            Kelahiran Millennium Development Goal’s (MDG’s) oleh PBB menjadi kesempatan besar bagi semua negara khususnya negara berkembangnya termasuk didalamnya negara kita negara Indonesia, untuk melakukan perubahan yang besar dan mendasar dinegaranya termasuk penurunan tingkat kemiskinan yang ditargetkan untuk tahun 2015. Dalam pencapaian delapan program yang tercantum didalam MDG’s  tersebut pasti memerlukan dana yang sangat besar, maka dari itu dibutuhkan peran dari PBB dalam melakukan monitoring serta memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang untuk upaya pencapaian MDG’s tersebut. strategi negara Indonesia dalam mencapai MDG’s yakni dengan menjalin kerjasama luar negeri dengan negara lain. Poin penting yang ditekankan pada akhirnya, yakni peran pemerintah negara sendirilah yang harus ditingkatkan dalam mengusahakan pembangunan terkait MDG’s sehingga manfaat dari strategi kerjasama luar negeri yang dijalin dapat dirasakan dan benar-benar diimplementasikan demi pembangunan di negara Indonesia mengacu delapan sasaran MDG’s.
           









DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Hettne, Bjorn. 2001. TEORI PEMBANGUNAN DAN TIGA DUNIA. Terj Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
INTERNET
http://eprints.upnjatim.ac.id/1271. Diakses pada tanggal 1 Juni 2011
http://p3b.bappenas.go.id/Loknas_wonosobo/content/docs/materi/3-Bappeda%20Jateng%20-%20Makalah%20MDG's.pdf. Diakses pada tanggal  4 Juni 2011











[1] Lihat http://eprints.upnjatim.ac.id/1271/ diakses tanggal 1 Juni 2011
[2] Bjorn Hettne, “ TEORI PEMBANGUNAN DAN TIGA DUNIA”. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001) hal.51

[4]Lihat  p3b.bappenas.go.id/Loknas_wonosobo/content/docs/materi/3-Bappeda%20Jateng%20-%20Makalah%20MDG's.pdf. Diakses tanggal  4 Juni 2011
[5] Op.cit
[6] Lihat “UNDP – MDGR 2007” hal.11&18. Diakses dari www.undp.or.id/pubs/docs/UNDP%20-%20%20MDGR%202007%20(bahasa).pdf  tanggal 4 Juni 2011

[7] Ibid. hal. 12
[8] Ibid. hal. 15
[9] Ibid. hal.16
[11] “UNDP – MDGR 2007”. Op.Cit. hal. 19-20
[13] “UNDP – MDGR 2007”.  Op.Cit. hal. 34
[14]  Ibid. hal. 36
[16] “UNDP – MDGR 2007”. Op.Cit. hal. 45
[17] Ibid. hal. 46
[19] “UNDP – MDGR 2007”. Op.Cit. hal. 51
[20] Ibid. hal. 53
[22] “UNDP – MDGR 2007”. Op.Cit. hal. 63
[23] Ibid. hal. 64
[24] Ibid. hal. 67
[25] Ibid.
[27] “UNDP – MDGR 2007”. Op.Cit. hal. 78&79
[29] “UNDP – MDGR 2007”. Op.Cit. hal. 101
[30] Ibid. hal. 102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar