Entri Populer

Sabtu, 02 Februari 2013

TUGAS SOSIOLOGI KRITIK


1.      Bagaimana pikiran dari Habermas dalam bukunya “menuju masyarakat komunikatif” menjadi praksis?
Jawab :
            Pertanyaannya bagaimana, jadi menurut saya jawabannya adalah lebih menekankan pada “cara” dan mungkin syarat-syarat bagaimana pikiran Habermas tentang masyarakat komunikatif tersebut dapat menjadi praksis atau teori yang dipraktekkan. Mengingat kembali pemikiran Habermas tentang praksis itu sendiri. praksis menurut Habermas tidak hanya sebatas tindakan manusia yang dilakukan secara naluriah melainkan juga atas dasar rasionalitas manusia itu sendiri dalam melakukan tindakan tersebut sebagai makhluk sosial sebagai jalan keluar dari pengertian praksis yang mengalami kemacetan pada waktu Marx menyempitkan pengertian praksis hanya sebagai “kerja” sehingga ada makna ketimpangan kelas didalamnya. Rasional menurut Habermas disini mengacu pada integrasi antar individu yang bersifat komunikatif dan obyektif dalam memahami suatu keadaan, sehingga masyarakat dapat mengeluarkan argumen-argumen dalam suatu perbincangan (diskursus).
            Dalam hal ini sudah jelas beberapa “cara” atau syarat agar pemikiran Habermas tersebut dapat menjadi praksis menurut saya antara lain yakni yang pertama adanya kesadaran rasional dari individu untuk berpikir dan berpandangan lebih obyektif terhadap suatu keadaan. Dalam hal ini masyarakat dituntut harus “cerdas” dalam artian mampu menanggapi keadaan secara obyektif dan mampu mengeluarkan argument-argumen dan dapat membentuk diskursus. Yang kedua, dalam diskursus itu sendiri syaratnya adalah “tidak adanya pihak yang tertekan” atau karena adanya perbedaan kelas (dominasi kelas), sehingga argumen benar-benar muncul dari semua lapisan masyarakat tanpa adanya tekanan dari kelas masyarakat tertentu. Dan yang terakhir adalah komunikasi tersebut mampu menghasilkan consensus yang bebas dari dominasi dan tekanan serta dapat mengakomodasi kepentingan yang mencakup seluruh lapisan masyarakat, sehingga tercapai “kebenaran” atas consensus tersebut dan dianggap sah diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat.

2.      Apakah mungkin masyarakat komunikatif dapat dilakukan dalam masyarakat yang tidak egaliter?
Jawab :
            Menurut saya tentu saja tidak bisa diterapkan, karena berdasarkan pemikiran Habermas sendiri disini masyarakat dituntut harus cerdas semuanya, dan mampu berpikir rasional dan obyektif terhadap keadaan sehingga timbul komunikasi antar masyarakat itu sendiri untuk menunjukkan argumen-argumen dalam “ruang publik” untuk berkomunikasi dalam mencapai consensus yang bebas dominasi. Sedangkan dalam masyarakat yang tidak egaliter, tentu cenderung melahirkan masyarakat yang cenderung structural, sehingga kemudian timbul masyarakat mayoritas dan minoritas. Dalam hal ini masyarakat minoritas kemudian cenderung termarjinalkan dan selalu mendapat tekanan dari kaum mayoritas sehingga hasil consensus penuh dengan kepentingan yang dipaksakan kepada kaum minoritas. Dalam hal ini adanya perbedaan kelas tersebut menimbulkan konsep Top Down di dalam masyarakat sehingga ketika terjadi komunikasi tidak dapat mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat.

3.      Selanjutnya apakah bisa diterapkan dalam masyarakat feodal dan tidak demokratis?
Jawab :
            Jawaban saya tetap tidak, karena jelas dalam masyarakat feodal dimana terdapat pembagian atas masyarakat yang terstruktur berdasarkan penguasaan tanah. Tentu saja keputusan tertinggi berada pada tangan-tangan tuan tanah. Dalam hal ini jelas masyarakat sifatnya Top Down sehingga ada yang termarjinalkan. Sama halnya dalam masyrakat yang tidak demokratis, masyarakat dalam suatu negara yang otoriter misalnya. Ambil contoh Indonesia pada masa presiden Soeharto, sangat kecil sekali kemungkinan terjadinya komunikasi dalam masyarakat, karena keputusan tertinggi berada di tangan presiden dan harus diterima dan dilaksanakan oleh seluruh warga negara. Tidak jarang penggunaan kekerasan yang sifatnya represif dari pemerintah sehingga rakyat mau tidak mau mematuhi peraturan yang dibuat. Dalam hal ini saja sudah bertolak belakang dengan pemikiran Habermas bahwa masyarakat Komunikatif bukanlah tercipta dari kekerasan melainkan lewat “argumentasi”. Bagaimana bisa rakyat mengeluarkan argumen-argumennya jika dalam kondisi tertekan dalam rezim represif otoriter yang sama sekali tidak demokratis ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar