BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Negara Indonesia adalah negara
demokrasi, yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sehingga suatu hak asasi
sudah sepantasnya harus dihormati dan dilindungi tanpa ada diskriminasi atau
perlakuan khusus terhadap warga negaranya. Untuk mewujudkan negara yang
demokrasi, negara Indonesia telah menciptakan suatu sarana atau wadah bagi
rakyatnya untuk menyalurkan pendapat dan pilihannya, salah satunya yaitu
melalui pemilihan umum.
Di Indonesia pemilihan umum
merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga
pada akhirnya kembali kepada konsep demokrasi yakni terciptanya suatu hubungan
kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Setiap warga negara
diberi hak yang sama untuk menentukan siapa orang yang paling pantas untuk
menduduki jabatan tertentu di pemerintahan
Untuk berpartisipasi dalam pemilu, perlindungan
terhadap hak asasi manusia harus benar-benar dilakukan. Hak tersebut berupa hak
untuk memilih dalam pemilu yang dimiliki tiap-tiap individu warga negara Indonesia.
Maka dari itu, negara diwajibkan melindungi hak pilih warga dalam pemilu demi
terciptanya kehidupan demokrasi di Indonesia.
Namun dalam prakteknya,
penyelenggaraan pemilu di Indonesia masih banyak sekali terjadi pelanggaran-pelanggaran
terkait pelanggaraan hak asasi manusia. pelanggaran-pelanggaran tersebut sangat
berlawanan dengan tujuan pemilu yang mengutamakan pemerataan kebebasan berupa
hak yang sama dalam menentukan pemimpin mereka untuk ke depannya. Fenomena
inilah yang pada akhirnya menarik perhatian penulis untuk mengkaji lebih lanjut
apa saja bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu di
Indonesia dewasa ini.
1.2 Rumusan masalah
Dari
latar belakang yang telah dipaparkan, penulis menemukan hal-hal yang dapat
diangkat sebagai hal yang perlu dibahas lebih lanjut yang telah dirumuskan
kedalam sebuah kalimat rumusan masalah sebagai berikut:
“ Bagaimana bentuk pelanggaran Hak Asasi
Manusia dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia? “
1.3 Konsep pemikiran
Demokrasi
menurut Abraham Lincoln merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
da untuk rakyat[1].
Dapat diartikan dalam suatu pemerintahan negara yang demokrasi rakyat merupakan
pemegang kendali dan memegang kekuasaan tertinggi. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa penegakan HAM
merupakan salah satu kewajiban konstitusional pemerintah[2]. Dari
landasan hukum tersebut melalui wadah berupa pemilu yang diselenggarakan di
Indonesia sebagai sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan
rakyat, perlindungan terhadap hak asasi manusia disini berupa hak untuk
mendapatkan kebebasan dalam bersuara melalui pemilu tersebut haruslah
benar-benar dilakukan dan dperhatikan.
BAB II
Pembahasan
2.1 Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
HAM dan demokrasi merupakan konsep kemanusiaan dan hubungan sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di
seluruh pelosok dunia. HAM dan demokrasi merupakan hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat
kemanusiaannya.
Dapat dikatakan hingga saat ini hanya konsep HAM dan demokrasi yang paling
mengakui dan dapat
menjamin harkat kemanusiaan.
Terdapat
keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada satu pun manusia yang memiliki kedudukan
lebih tinggi daripada manusia yang lainnya. Semua sederajat dan kedudukan
tertinggi adalah Tuhan Yang Maha Esa. Manusia diciptakan agar berusaha untuk
mencapai kebenaran, namun tetap kebenaran yang hakiki hanyalah Tuhan Yang Maha
esa.
Seperti yang
tertuang dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang mendefinisikan :
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”[3].
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan diberi seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia.
Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang
diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa. Demokrasi menjadi konsep yang memberikan
landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan
kesederajatan manusia. Konsep
demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan
yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Selain itu, prinsip
demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam
proses
menciptakan pemerintahan yang baik sesuai dengan pengertian demokrasi,
pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat. Demokrasi kemudian melahirkan suatu
konsep yang dinamai pemilu yang kemudian nantinya diharapkan menjadi wadah
wadah bagi rakyatnya untuk menyalurkan pendapat dan pilihannya.
2.2 Pemilihan Umum di Indonesia
Perwujudan demokrasi yang menjunjung
tinggi HAM dan kebebasan bersuara bagi rakyatnya, Indonesia memberlakukan
sistem pemilu dalam menentukan siapa saja orang-orang yang nantinya menempati
jabatan-jabatan di dalam pemerintahan yang tentunya menjadi wakil rakyat dan
diharapkan benar-benar dapat mewakili dan menampung keinginan-keinginan rakyat.
Pemilu adalah sarana untuk mewujudkan pelaksanaan UUD
pasal 1 ayat 2 yaitu kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang.
Dalam pemilu rakyat memiliki hak pilih aktif dan pasif. Aktif adalah hak
rakyat untuk dapat memilih wakilnya da;am pemilu yang akan dudum, di DPR,
sedang hak pasif adalah hak warga negara dalam pemilu untuk dapat dipilih
menjadi anggota DPR/MPR[4].
Melalui pemilu rakyat diberi
kesempatan menggunakan hak memilihnya ataupun mencalonkan diri sesuai
persyaratan yang telah ditetapkan agar dapat dipilih sebaik-baiknya. Rakyat
dituntut dapat menghormati badan permusyaratan ataupun perwakilan yang di Indonesia
dikenal dengan DPR dan MPR. Dengan adanya pemilu yang dilaksanakan secara
demokratis rakyat dituntut dapat menerima hasil keputusan dengan baik dan penuh
tanggung jawab.
Di Indonesia sistem pemilu yang
digunakan adalah sistem pemilu multipartai, rakyat memilih wakil-wakilnya dari
berbagai partai politik yang ikut serta dan lulus persyaratan sebagai partai
politik dalam pemilu. Rakyat juga bisa duduk sebagai calon wakil rakyat yang
berhak dipilih oleh rakyat. Hal tersebut sesuai dengan pengertian hak aktif dan
hak pasif rakyat dalam pemilu. Namun kenyataannya hingga pemilu terakhir pada
tahun 2009 masih ditemukan praktek-praktek pelanggaran dalam pemilu yang
terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia seperti money politic, masih banyaknya rakyat yang tidak terdaftar di
beberapa daerah sebagai calon pemilih dan pelanggaran lainnya yakni ikut
sertanya pejabat-pejabat negara dan petinggi BUMN dalam pemilu.
2.3 bentuk-bentuk pelanggaran HAM
dalam pemilu
Praktek money politic yang masih ada dalam suasana pemilu di Indonesia.
Dengan adanya politik uang tersebut maka akan membahayakan kredibilitas hasil
pemilu serta dapat merusak mental masyarakat. Dengan adanya money politic ini akan membuat masyarakat memilih calon yang memberi uang
tersebut. Suara rakyat dibeli dengan uang, dan sasaran dari money politic tersebut tidak hanya dari
kalangan masyarakat kelas menengah namun juga tidak sedikit dari kalangan
terdidik dikarenakan sikap cuek mereka akan politik, yang lebih mengutamakan
keuntungan dengan mendapatkan uang dengan syarat mudah yakni memilih calon yang
member uang.
Seperti yang terjadi di pulau Buru
provinsi Maluku, terjadi tindakan pembagian uang pecahan Rp.100.000 yang
dilakukan oleh calon Bupati yang diketahui namanya Siti Aisyah Fitria yang dilakukan
di halaman rumahnya[5]. Tidak ingin dituduh sebagai praktek money politic calon bupati pulau Buru tersebut menyebut tindakannya tersebut
sebagai pembagian zakat atas harta yang dimilikinya.
Praktek money politic berkedok pembagian zakat
di Pulau Buru Maluku tersebut hanya salah satu contoh kasus money politic yang benar-benar ada dan
terjadi di Indonesia menjelang pemilu. Praktek-praktek money politic tersebut termasuk kedalam pelanggaran hak asasi
manusia yakni dengan membeli atau menukar hak suara dari rakyat dengan uang.
Praktek money politic menimbulkan
pertanyaan yang besar terhadap kinerja
dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu
mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan pemilu dari level
daerah hingga presiden. Kinerja Bawaslu harus lebih ditingkatkan dalam
menangani politik uang dalam pemilu dan bisa menjaga netralitasnya dalam
melaksanakan tugasnya.
Bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya dalam pemilu
adalah ikut sertanya pejabat negara dan petinggi BUMN dalam proses pemilu
misalnya dalam berkampanye. Secara jelas tertuang dalam Undang-Undang nomor 42/2008
tetang pemilu presiden dan Wakil Presiden, terutama pada pasal 41 ayat (2)
huruf D yang menyebutkan pelaksanaan kampanye dalam kegiatan kampanyenya di
larang mengikut sertakan pejabat badan usaha milik Negara (BUMN) atau badan
usaha milik daerah (BUMD)[6].
Undang-Undang yang telah dibuat
seolah-olah tidak memiliki makna dan diabaikan begitu saja. Banyak pejabat dan
petinggi yang seolah-olah tidak tahu akan perihal itu dan semuanya hanya
terfokuskan pada kepentingan mereka tanpa mengindahkan konstitusi yang ada. Hal
tersebut sangat merugikan masyarakat banyak dikarenakan praktek-praktek yang
dilakukan oleh petinggi badan usaha milik negara tersebut telah menyelewengkan
jabatannya dan mencampur adukkan kepentingan pribadi diatas kepentingan
bersama.
Salah satu kekurangan dari proses
pemilu yang lain yakni masih banyaknya rakyat yang tidak terdaftar sebagai
pemilih di beberapa daerah. Seperti kasus di kecamatan Limo, Depok. Berdasarkan
data yang dimiliki meneyebutkan sekitar 10 persen warga Limo tidak terdaftar
dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari total 110.000 orang. Artinya, sekitar
11.000 warga Limo tidak memiliki hak suara dalam pemilu nanti[7].
Hal tersebut mencerminkan ketidakmampuan negara sebagai pihak yang bertanggung
jawab atas penyediaan DPT merupakan cerminan pengabaian Negara dalam
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. kenyataan
yagn seharusnya dalam menciptakan pemilu yang demokratis, diperlukan suatu
perlindungan kuat terhadap hak asasi manusia para warganya, terutama mengenai
hak pilih masyarakat. Dengan kata lain hak politik merupakan bagian yang tidak
bisa dipisahkan dari hak asasi manusia.
BAB III
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan bentuk-bentuk
pelanggara hak asasi manusia yang terjadi dalam proses pemilu di Indonesia
yakni adanya praktek money politic
oleh calon pemimpin, keikutsertaan pejabat negara termasuk petinggi badan usaha
milik negara yang sangat merugikan kepentingan orang banyak, serta masih
banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih tetap.
Bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi
manusia tersebut khususnya terkait didalamnya hak bersuara atau penggunaan hak
untuk memilih, masih menunjukkan betapa lemahnya pemerintah Indonesia dalam
mengontrol proses pemilu. Tidak terkecuali masih kurang tegasnya konstitusi
yang dianggap multi tafsir dalam mengatur proses pemilu yang demokratis di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar