Entri Populer

Sabtu, 02 Februari 2013

Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia


BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar belakang
            Negara Indonesia adalah negara demokrasi, yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sehingga suatu hak asasi sudah sepantasnya harus dihormati dan dilindungi tanpa ada diskriminasi atau perlakuan khusus terhadap warga negaranya. Untuk mewujudkan negara yang demokrasi, negara Indonesia telah menciptakan suatu sarana atau wadah bagi rakyatnya untuk menyalurkan pendapat dan pilihannya, salah satunya yaitu melalui pemilihan umum.
            Di Indonesia pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya kembali kepada konsep demokrasi yakni terciptanya suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Setiap warga negara diberi hak yang sama untuk menentukan siapa orang yang paling pantas untuk menduduki jabatan tertentu di pemerintahan
            Untuk berpartisipasi dalam pemilu, perlindungan terhadap hak asasi manusia harus benar-benar dilakukan. Hak tersebut berupa hak untuk memilih dalam pemilu yang dimiliki tiap-tiap individu warga negara Indonesia. Maka dari itu, negara diwajibkan melindungi hak pilih warga dalam pemilu demi terciptanya kehidupan demokrasi di Indonesia.
            Namun dalam prakteknya, penyelenggaraan pemilu di Indonesia masih banyak sekali terjadi pelanggaran-pelanggaran terkait pelanggaraan hak asasi manusia. pelanggaran-pelanggaran tersebut sangat berlawanan dengan tujuan pemilu yang mengutamakan pemerataan kebebasan berupa hak yang sama dalam menentukan pemimpin mereka untuk ke depannya. Fenomena inilah yang pada akhirnya menarik perhatian penulis untuk mengkaji lebih lanjut apa saja bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia dewasa ini.
1.2  Rumusan masalah
            Dari latar belakang yang telah dipaparkan, penulis menemukan hal-hal yang dapat diangkat sebagai hal yang perlu dibahas lebih lanjut yang telah dirumuskan kedalam sebuah kalimat rumusan masalah sebagai berikut:
             “ Bagaimana bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia? “

1.3  Konsep pemikiran
            Demokrasi menurut Abraham Lincoln merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, da untuk rakyat[1]. Dapat diartikan dalam suatu pemerintahan negara yang demokrasi rakyat merupakan pemegang kendali dan memegang kekuasaan tertinggi. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa penegakan HAM merupakan salah satu kewajiban konstitusional pemerintah[2]. Dari landasan hukum tersebut melalui wadah berupa pemilu yang diselenggarakan di Indonesia sebagai sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat, perlindungan terhadap hak asasi manusia disini berupa hak untuk mendapatkan kebebasan dalam bersuara melalui pemilu tersebut haruslah benar-benar dilakukan dan dperhatikan.





BAB II
Pembahasan
2.1 Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
HAM dan demokrasi merupakan konsep kemanusiaan dan hubungan sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh pelosok dunia. HAM dan demokrasi merupakan hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat kemanusiaannya. Dapat dikatakan hingga saat ini hanya konsep HAM dan demokrasi yang paling mengakui dan dapat menjamin harkat kemanusiaan.
Terdapat keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada satu pun manusia yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada manusia yang lainnya. Semua sederajat dan kedudukan tertinggi adalah Tuhan Yang Maha Esa. Manusia diciptakan agar berusaha untuk mencapai kebenaran, namun tetap kebenaran yang hakiki hanyalah Tuhan Yang Maha esa.
Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mendefinisikan :
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia[3].
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan diberi seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Demokrasi menjadi konsep yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Konsep demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses menciptakan pemerintahan yang baik sesuai dengan pengertian demokrasi, pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat. Demokrasi kemudian melahirkan suatu konsep yang dinamai pemilu yang kemudian nantinya diharapkan menjadi wadah wadah bagi rakyatnya untuk menyalurkan pendapat dan pilihannya.
2.2 Pemilihan Umum di Indonesia
            Perwujudan demokrasi yang menjunjung tinggi HAM dan kebebasan bersuara bagi rakyatnya, Indonesia memberlakukan sistem pemilu dalam menentukan siapa saja orang-orang yang nantinya menempati jabatan-jabatan di dalam pemerintahan yang tentunya menjadi wakil rakyat dan diharapkan benar-benar dapat mewakili dan menampung keinginan-keinginan rakyat.
            Pemilu adalah sarana untuk mewujudkan  pelaksanaan  UUD pasal 1 ayat 2 yaitu kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang.  Dalam pemilu rakyat memiliki hak pilih aktif dan pasif.  Aktif adalah hak rakyat untuk dapat memilih wakilnya da;am pemilu yang akan dudum, di DPR, sedang  hak pasif adalah hak warga negara dalam pemilu untuk dapat dipilih menjadi anggota DPR/MPR[4] 
            Melalui pemilu rakyat diberi kesempatan menggunakan hak memilihnya ataupun mencalonkan diri sesuai persyaratan yang telah ditetapkan agar dapat dipilih sebaik-baiknya. Rakyat dituntut dapat menghormati badan permusyaratan ataupun perwakilan yang di Indonesia dikenal dengan DPR dan MPR. Dengan adanya pemilu yang dilaksanakan secara demokratis rakyat dituntut dapat menerima hasil keputusan dengan baik dan penuh tanggung jawab.
            Di Indonesia sistem pemilu yang digunakan adalah sistem pemilu multipartai, rakyat memilih wakil-wakilnya dari berbagai partai politik yang ikut serta dan lulus persyaratan sebagai partai politik dalam pemilu. Rakyat juga bisa duduk sebagai calon wakil rakyat yang berhak dipilih oleh rakyat. Hal tersebut sesuai dengan pengertian hak aktif dan hak pasif rakyat dalam pemilu. Namun kenyataannya hingga pemilu terakhir pada tahun 2009 masih ditemukan praktek-praktek pelanggaran dalam pemilu yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia seperti money politic, masih banyaknya rakyat yang tidak terdaftar di beberapa daerah sebagai calon pemilih dan pelanggaran lainnya yakni ikut sertanya pejabat-pejabat negara dan petinggi BUMN dalam pemilu.
2.3 bentuk-bentuk pelanggaran HAM dalam pemilu
            Praktek money politic yang masih ada dalam suasana pemilu di Indonesia. Dengan adanya politik uang tersebut maka akan membahayakan kredibilitas hasil pemilu serta dapat merusak mental masyarakat. Dengan adanya money politic ini akan membuat masyarakat memilih calon yang memberi uang tersebut. Suara rakyat dibeli dengan uang, dan sasaran dari money politic tersebut tidak hanya dari kalangan masyarakat kelas menengah namun juga tidak sedikit dari kalangan terdidik dikarenakan sikap cuek mereka akan politik, yang lebih mengutamakan keuntungan dengan mendapatkan uang dengan syarat mudah yakni memilih calon yang member uang.
            Seperti yang terjadi di pulau Buru provinsi Maluku, terjadi tindakan pembagian uang pecahan Rp.100.000 yang dilakukan oleh calon Bupati yang diketahui namanya  Siti Aisyah Fitria yang dilakukan di halaman rumahnya[5]. Tidak ingin dituduh sebagai praktek money politic calon bupati pulau Buru tersebut menyebut tindakannya tersebut sebagai pembagian zakat atas harta yang dimilikinya.
             Praktek money politic berkedok pembagian zakat di Pulau Buru Maluku tersebut hanya salah satu contoh kasus money politic yang benar-benar ada dan terjadi di Indonesia menjelang pemilu. Praktek-praktek money politic tersebut termasuk kedalam pelanggaran hak asasi manusia yakni dengan membeli atau menukar hak suara dari rakyat dengan uang. Praktek money politic menimbulkan pertanyaan yang besar terhadap kinerja dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan pemilu dari level daerah hingga presiden. Kinerja Bawaslu harus lebih ditingkatkan dalam menangani politik uang dalam pemilu dan bisa menjaga netralitasnya dalam melaksanakan tugasnya.
            Bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya dalam pemilu adalah ikut sertanya pejabat negara dan petinggi BUMN dalam proses pemilu misalnya dalam berkampanye. Secara jelas tertuang dalam Undang-Undang nomor 42/2008 tetang pemilu presiden dan Wakil Presiden, terutama pada pasal 41 ayat (2) huruf D yang menyebutkan pelaksanaan kampanye dalam kegiatan kampanyenya di larang mengikut sertakan pejabat badan usaha milik Negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD)[6].
            Undang-Undang yang telah dibuat seolah-olah tidak memiliki makna dan diabaikan begitu saja. Banyak pejabat dan petinggi yang seolah-olah tidak tahu akan perihal itu dan semuanya hanya terfokuskan pada kepentingan mereka tanpa mengindahkan konstitusi yang ada. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat banyak dikarenakan praktek-praktek yang dilakukan oleh petinggi badan usaha milik negara tersebut telah menyelewengkan jabatannya dan mencampur adukkan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama.
            Salah satu kekurangan dari proses pemilu yang lain yakni masih banyaknya rakyat yang tidak terdaftar sebagai pemilih di beberapa daerah. Seperti kasus di kecamatan Limo, Depok. Berdasarkan data yang dimiliki meneyebutkan sekitar 10 persen warga Limo tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari total 110.000 orang. Artinya, sekitar 11.000 warga Limo tidak memiliki hak suara dalam pemilu nanti[7]. Hal tersebut mencerminkan ketidakmampuan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyediaan DPT merupakan cerminan pengabaian Negara dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. kenyataan yagn seharusnya dalam menciptakan pemilu yang demokratis, diperlukan suatu perlindungan kuat terhadap hak asasi manusia para warganya, terutama mengenai hak pilih masyarakat. Dengan kata lain hak politik merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari hak asasi manusia.
BAB III
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan bentuk-bentuk pelanggara hak asasi manusia yang terjadi dalam proses pemilu di Indonesia yakni adanya praktek money politic oleh calon pemimpin, keikutsertaan pejabat negara termasuk petinggi badan usaha milik negara yang sangat merugikan kepentingan orang banyak, serta masih banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih tetap.
Bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia tersebut khususnya terkait didalamnya hak bersuara atau penggunaan hak untuk memilih, masih menunjukkan betapa lemahnya pemerintah Indonesia dalam mengontrol proses pemilu. Tidak terkecuali masih kurang tegasnya konstitusi yang dianggap multi tafsir dalam mengatur proses pemilu yang demokratis di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar