Entri Populer

Sabtu, 02 Februari 2013

TUGAS DEMOKRATISASI


1. Jelaskan kritik sosialisme terhadap demokrasi liberal.

Demokrasi merupakan produk dari paham liberalisme dewasa ini. Demokrasi sendiri menurut Abraham Lincoln merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Berarti di sini demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mengutamakan kedaulatan rakyatnya. Demokrasi dan liberalisme merupakan dua hal yang saling terkait. terdapat beberapa macam bentuk demokrasi dan salah satunya adalah demokrasi liberal.
Liberalisme sendiri merupakan paham yang sangat menekankan dan mengutamakan kepemilikan individu, karena kesejahteraan manusia dianggap dapat diraih dengan adanya kebebasan individu untuk hidup, dan termasuk di dalamya kebebasan dalam berusaha. Demokrasi liberal memiliki makna sebagai sistem pemerintahan yang lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat.[1] Dalam hal ini tidak ada pihak yang bisa merampas hak individu tersebut tidak terkecuali negara. Bahkan, negara harus melindungi hak-hak individu warga negaranya tersebut.
Sekilas memang bentuk demokrasi ini sangat berpihak dan mengutamakan rakyat. Namun dalam prakteknya demokrasi liberal ini justru banyak menerima kritik dari berbagai kalangan karena demokrasi liberal justru melahirkan ketidakstabilan dalam berbagai bidang. Salah satunya kritik dari kaum sosialis. Kritik tersebut berpandangan bahwa demokrasi liberal hanyalah suatu sistem yang hanya menguntungkan kaum minoritas saja. Dikatakan hanya kaum minoritas saja yang diuntungkan disini meninjau dari prinsip dasar demokrasi itu sendiri. Prinsip demokrasi yang mengutamakan kedaulatan rakyat dimana pemerintahan dari oleh dan untuk seluruh rakyat. Namun kenyataannya hanya kaum minoritas yang tidak lain adalah kelompok-kelompok yang menguasai ekonomi dan memiliki akses politik saja yang akan terus berusaha mengutamakan kepentingannya dengan menggunakan akses politik yang mereka miliki dalam pemerintahan.
        Berikut adalah ciri-ciri demokrasi liberal :
1.      Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusia dapat terkontrol.
2.      Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional
3.      Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan
4.      Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang untuk memperjuangkan dirinya.[2]
Dari ciri-ciri di atas secara jelas dapat dilihat bahwa konstitusi memiliki pengaruh kuat bahkan membatasi kekuasaan presiden dalam sistem pemerintahan. Kaum minoritas yang selalu memperjuangkan kepentingannya khususnya dalam bidang ekonomi dan politik, tentunya akan memanfaatkan akses politiknya bahkan mereka duduk di kursi pemerintahan. Mereka dapat leluasa mengatur dan membuat konstitusi yang akan memihak dan menguntungkan mereka. Sehingga kebebasan yang diagung-agungkan dalam demokrasi hanya menjadi milik mereka (kaum minoritas) yang memiliki modal, yang memiliki akses terhadap kepemilikan sumber-sumber ekonomi dan politik tentunya. Hal inilah yang menyebabkan ketidakstabilan dalam berbagai bidang tentunya dalam bidang ekonomi dan politik, dan tentunya sangat bertolak belakang dengan cita-cita demokrasi itu sendiri.

2. Review secara kritis pandangan demokrasi Asia dari tokoh-tokoh seperti Mahathir Mohamad dan Lee Kuan Yew.
            Demokrasi Asia, tentunya dari namanya saja sudah dapat menunjukkan bahwa demokrasi tersebut berada di kawasan Asia. Hal yang dapat membedakan demokrasi Asia dan demokrasi di negara barat yakni kondisi di kawasan Asia yang sangat majemuk, terdapat beragam kebudayaan dan agama yang menjadi pilar dari demokrasi itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan demokrasi Asia merupakan demokrasi yang khas ada di Asia yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa Asia yang di dalamnya mengandung unsur-unsur budaya ketimuran sebagai pondasi demokrasinya.      
            Namun demokrasi Asia jika di lihat pada kepemimpinan tokoh-tokoh negara antara lain Mahathir Mohammad dan Lee Kuan Yew dalam kasus ini, demokrasi pada kepemimpinan kedua tokoh tersebut masih belum bisa dikatakan sebagai demokrasi yang benar-benar dapat menjunjung tinggi nilai-nilai universal demokrasi. Nilai-nilai universal tersebut seperti persamaan kedudukan di depan hukum, pelaksanaan pemilihan umum yang bebas dan demokratis, pengakuan atas hak-hak sipil (kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, kebebasan beragama, dan kebebasan pers), terbukanya partisipasi politik, adanya checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan negara, serta pengawasan legislatif atas kekuasaan eksekutif.[3]
            Di Malaysia yang menganut sistem multipartai, namun kenyataannya hanya satu partai yang mendominasi pemerintahan dan selalu menang di pemilu yakni partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Dominasi UMNO ini selama puluhan tahun menunjukkan keterbatasan partai politik lainnya (oposisi) untuk bergerak karena manipulasi pemilu yang selalu dilakukan. Pemilu selalu didominasi UMNO, sehingga pemilu semata-mata hanya menjadi proses sirkulasi elit-elit partai untuk duduk di pemerintahan. Tidak khayal jika pemerintahan bersifat tertutup dan rakyat sangat minim sekali informasi akan pemerintahan sehingga tindak korupsi merajalela di dalam pemerintahan. UMNO mengutamakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi di negaranya dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat sebagai partai berkuasa. Namun justru kebijakan-kebijakan tersebut tidak memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat, karena kebijakan yang dibuat sangat diskriminatif dan mengutamakan etnis melayu diatas etnis lainnya. Terdapat hak istimewa etnis melayu yang dikenal dengan istilah hak keistimewaan “bumi putera”.[4] Sehingga terjadi diskriminasi politik terhadap etnis-etnis minoritas seperti India dan China.
            Tidak jauh beda panggung politik di Singapura yang didominasi People Action Party atau Partai Aksi Rakyat (PAP), partai yang didirikan oleh Perdana Menteri Lee Kuan Yew dan merupakan the ruling party.[5] Dimana dengan dominasi partai tersebut di singapura memang dapat menciptakan kemajuan ekonomi yang pesat meskipun secara geografis minim sekali sumber daya alam. Negara sangat tergantung dengan investor sehingga selalu berusaha menjaga stabilitas investor, namun di sisi lain nilai-nilai demokrasinya menjadi tersisihkan. Parlemen mayoritas dikuasai oleh elit-elit dari PAP. Lee Kuan Yew menganggap dominasi satu partai tersebut sudah sangat baik bagi negara terkait pembangunan dan kemajuan negara, serta menganggap kehancuran besar bagi Singapura jika partai oposisi nantinya duduk di pemerintahan karena akan merombak sistem yang sudah ada.[6] Terlihat sifat keotoriteran yang dilakukan oleh Lee Kuan Yew terhadap masyarakat dengan melarang rakyatnya dalam pemilu memilih calon dari partai oposisi.
            Kesadaran rakyat akan sentralisasi serta tindak represif pemerintah tersebut, kemudian hingga saat ini banyak melahirkan tuntutan-tuntutan dari rakyat agar dilakukannya revolusi demokrasi di negaranya.
3. Review secara kritis pemerintahan demokrasi Pancasila semasa Suharto.
        Demokrasi Pancasila merupakan salah satu bentuk demokrasi yang unik dan hanya ada di Indonesia. Demokrasi Pancasila memiliki pengertian yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[7] Melihat dari pengertian demokrasi tersebut sangat jelas bahwa landasan dasar dari demokrasi yang dianut Indonesia tersebut adalah 5 butir sila yang terkandung dalam pancasila. Intinya pancasila haruslah kuat sebagai tempat untuk menggantungkan cita-cita bangsa untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia. Jika dilihat dari butir-butir pancasila, maka lima sila itu sudah mencakup tentang gambaran ideal mengenai bagaimana manusia Indonesia berhubungan dengan Tuhannya, bagaimana hidup dengan orang lain sebagai manusia, bagaimana memutuskan sesuatu, bagaimana filsafat yang lebih memandang penting persatuan dan kesatuan daripada ketercerai beraian, dan bagaimana sebuah keadilan diperjuangkan demi seluruh rakyat Indonesia.[8]
            Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat. Dimana sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat atau persetujuan rakyat. Cita-cita universal demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang didasari semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. Sangat ideal sekali bentuk demokrasi pancasila yang hanya ada di Indonesia tersebut.
            Namun dalam prakteknya, pada masa pemerintahan soeharto yakni rezim yang dikenal dengan nama orde baru banyak sekali terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap visi dan tujuan demokrasi pancasila itu sendiri. Berbagai bentuk pelanggaran tersebut antara lain pelanggaran terhadap HAM, sentralistik kekuasaan, konsep dwi fungsi ABRI, pelanggaran konstitusi yang dilakukan soeharto terkait masa jabatan presiden, aspirasi rakyat dan kebebasan pers yang terbatas, serta mulai maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
            Pelanggaran HAM ditandai dengan adanya diskriminasi dan marjinalisasi terhadap masyarakat non pribumi atau Tionghoa. Dikeluarkan beberapa Peraturan Presiden yang menggencet mereka, bahkan dengan politik pembauran yang bersifat asimilasi dan sangat beraroma rasis.[9] Adanya peraturan pelarangan sekolah dan terbitnya buku berbahasa Cina. Pelanggaran konstitusi sangat jelas terkait dengan masa jabatan presiden yang berkali-berkali terpilih menjadi presiden dan menjabat selama 32 tahun. Hal ini ditunjang dengan dominasi partai Golkar sebagai single party majority. Meskipun negara menganut sistem multipartai, namun kursi pemerintahan dan parlemen dikuasai oleh elit-elit Golkar yang tak lain kaki tangan Soeharto. Sehingga melahirkan sentralistik kekuasaan oleh Soeharto pada masa itu.
            Konsep dwi fungsi ABRI, yang dimaksud disini adalah selain berfungsi sebagai garis depan dalam pertahanan nasional mereka juga turut serta dalam urusan pemerintahan bahkan duduk sebagai pejabat pemerintahan dalam mengatur kebijakan negara. Keterbatasan aspirasi rakyat pada masa orde baru terlihat dengan adanya “Penembakan Misterius” yang dikenal dengan istilah PETRUS pada masa itu dilansir guna menjaga keamanan nyatanya itu hanya sebagai tindak kekerasan bagi mereka kalangan masyarakat yang mulai tidak sepaham atau tidak mendukung Soeharto. Dengan adanya tindak kekerasan PETRUS tersebut menyebabkan ketakutan yang luar biasa pada rakyat, sehingga untuk mengeluarkan pendapat dan beraspirasi mereka akan berpikir dua kali.
            Kebebasan pers dibatasi ditandai dengan pencabutan Surat Ijin Terbit beberapa Koran dan juga penahanan terhadap sejumlah pemimpin redaksi Koran tersebut dikarenakan melakukan publikasi terhadap rahasia negara terkait anggaran negara dan juga dinilai berita yang dimuat menjelek-jelekka nama Soeharto dan kepemimpinannya. Misalnya pada Pada tahun 1974, sebanyak 12 penerbitan pers dibredel, melalui pencabutan Surat Ijin Terbit (SIT) karena Pers dituduh telah menjurus ke arah usaha-usaha melemahkan sendi-sendi kehidupan nasional, dengan mengobarkan isu-isu seperti modal asing, korupsi, dwi fungsi, kebobrokan aparat pemerintah dan lain-lain.[10] 
            Tindak Korupsi, kolusi dan Nepotisme yang marak pada masa Soeharto, dimana kursi pemerintahan berada di tangan kroni-kroni soeharto, pemerintahan sangat tertutup sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi praktek-praktek KKN. Pembangunan yang menjadi ikon pemerintah Orde Baru ternyata menciptakan konglomerasi dan bisnis yang syarat dengan KKN. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi dan sosial yang demokratis. Meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.



[2] Ibid.
[6] http://andikahendramustaqim.blogspot.com/2008/11/pm-singapura-lebih-suka-dominasi-satu.html
[8] Dikutip dari Redi Panuju, “ OPOSISI DEMOKRASI DAN KEMAKMURAN RAKYAT”, hal. 78.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar