BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Isu global yang
tetap eksis hingga saat kini salah satunya adalah isu krisis pangan yang
melanda negara-negara di dunia. krisis pangan sebagai akibat dari fenomena
pemanasan global yang memicu perubahan iklim, serta faktor-faktor bencana alam
yang kemudian menyebabkan tingkat produksi bahan pangan di masing-masing negara
menurun tajam. Hal ini memerlukan perhatian khusus karena krisis pangan yang
terjadi di negara-negara terutama negara berkembang tentu juga akan berdampak
pada ketahanan pangan global.
Berdasarkan
prediksi Food and Agriculture Organization (FAO) terdapat 36 negara di kawasan
Afrika, Asia, dan Amerika Latin mengalami krisis pangan, termasuk Indonesia.[1]
Hampir semua negara berkembang terutama negara yang memiliki kemampuan produksi
pangan yang lemah mengalami krisis pangan di dalam negerinya. Maka dari itu
untuk mengatasi permasalahan krisis pangan ini, dibutuhkan sebuah solusi baru
untuk memperbaiki tingkat produksi tanaman pangan di suatu negara.
Dalam
kasus ini, solusi yang dimaksud adalah munculnya penemuan baru yakni tanaman
transgenik. Tanaman transgenik merupakan tanaman hasil dari rekayasa genetika
yang terbukti telah dapat menghasilkan tanaman pangan dengan hasil yang lebih
baik sehingga dinilai dapat meningkatkan produksi pangan. Penelitian tanaman
transgenik ini tentunya dilakukan oleh negara-negara maju yang memiliki
teknologi yang canggih terutama negara seperti Amerika Serikat (AS).
Solusi
ini yang kemudian ditawarkan khususnya oleh AS, untuk mengatasi masalah krisis
pangan yang melanda negara-negara di dunia khususnya negara-negara berkembang.
Didukung dengan adanya kebijakan liberalisasi perdagangan dalam bentuk pasar
bebas yang dipromosikan oleh World Trade Organization (WTO), yang akhirnya
banyak dianut oleh negara-negara berkembang untuk membuka pasarnya dengan
aturan-aturan yang berlaku. Maka dari sinilah penyaluran produk-produk
transgenik dapat disalurkan dari negara-negara maju seperti AS ke negara-negara
berkembang.
Namun
di sisi lain, masalah yang kemudian muncul dengan adanya pandangan bahwa isu
krisis pangan global ini dinilai telah dimanfaatkan oleh AS semata-mata untuk
mencapai kepentingan pribadi negaranya. munculnya solusi yang ditawarkan
negara-negara maju khususnya oleh AS dengan dalih sebagai bentuk upaya alih
teknoligi berupa tanaman transgenik dipandang sebagai langkah untuk memperluas
pasar dari produk transgenik tersebut ke negara-negara berkembang.
Negara-negara
berkembang menjadi pasar utama dari produk transgenik tersebut karena mereka tidak
berdaya terhadap tekanan bisnis produk transgenik dunia, dan juga terikat oleh
aturan-aturan WTO sehingga selalu menimbulkan ketergantungan negara-negara
berkembang terhadap negara-negara maju. Maka dari itu melalui tulisan ini
penulis akan membahas lebih mendalam tentang fenomena yang terjadi, bagaimana
upaya negara AS dalam mencapai kepentingannya terkait isu krisis pangan global
tersebut.
1.2 Kerangka Pemikiran
Dalam
menganalisis kaitan antara isu dengan sebuah tujuan yakni dalam hal ini adalah
kepentingan suatu negara, dapat digunakan sebuah bagan yang dikenal dengan nama
Backbone Fish Scheme. Dengan bagan tersebut penulis menjadi lebih mudah dalam
menganalisis permasalahan yang ada. Berikut adalah gambar dari bagan tersebut :
Sumber diolah dari:
materi kuliah Human Security dan Isu Global. unpublished
Penjelasannya
adalah setiap negara pasti memiliki kepentingan (interest) yang dalam upaya
mewujudkannnya adalah dengan adanya isu yang memiliki peran penting didalamnya.
Kemudian isu yang digunakan (Issues Oriented)
haruslah mengena dan dapat diterima oleh dunia Internasional, seakan-akan
mendapatkan legitimasi dari dunia internasional sehingga kemudian isu tersebut
dapat dijalankan kedalam bentuk state
action.
Selanjutnya
Means atau cara yang dilakukan atau
disini lebih tepatnya pada State action yang
merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh negara dalam mencapai kepentingannya
dengan menggunakan instrumen-intrumen demi tercapainya Goals atau dalam bagan tersebut diterangkan sebagai sistem
Internasional. Goals yang dimaksud
adalah upaya negara tersebut bertujuan untuk merubah sistem Internasional atau
mempertahankan sistem Internasional yang sudah ada, demi tercapainya interst negara yang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dunia
sekarang ini dihadapkan pada masalah krisis pangan yang terjadi hampir di
setiap negara di belahan dunia. krisis pangan diakibatkan oleh fenomena
pemanasan global yang menimbulkan perubahan iklim yang ekstrem, sehingga
dampaknya secara langsung dapat dirasakan oleh setiap negara. Dampak yang
diakibatkan salah satunya adalah menurunnya tingkat produksi pangan di setiap
negara. Negara-negara yang memiliki kemampuan produksi pangan yang lemah maka
secara langsung akan menderita krisis pangan terutama disini adalah
negara-negara berkembang.
Krisis pangan global tersebut jika
dibiarkan begitu saja tentunya akan segera mempengaruhi ketahanan pangan
global, sehingga dibutuhkan perhatian dan penanganan yang lebih serius.
Berbagai upaya telah dilakukan misalnya program liberalisasi perdagangan dalam
bentuk perdagangan bebas sehingga distribusi bahan pangan antar negara dinilai
dapat menjadi lebih mudah. Sistem yang diprakarsai negara-negara maju terutama
AS ini kemudian banyak dianut oleh negara-negara terutama negara berkembang
karena dianggap dapat mengatasi permasalahan yang dialami. Negara-negara
berkembang tersebut kemudian mendapatkan bantuan dari negara-negara barat
dengan syarat membuka pasar mereka untuk barang impor. Dalam hal ini
negara-negara maju telah berhasil membentuk sistem internasional berupa
perdagangan bebas yang telah berlaku hampir di seluruh negara hingga sekarang.
Realitanya krisis pangan hingga
sekarang masih terjadi. Pada tahun 2007-2008 misalnya, Krisis pangan global
sempat memanas, stok pangan dunia terus menipis di tahun 2007 dan pada tahun
2008 terjadi kenaikan harga pangan yang sangat tinggi hingga negara-negara yang
bergantung pada impor kesulitan untuk mendapatkan pangan. Bahkan krisis pangan yang
terjadi seperti di Mesir, Banglades, dan Yaman sampai menyebabkan timbulnya
kerusuhan karena terjadi antrean orang-orang yang membutuhkan makanan.[2]
Dari fenomena tersebut dapat dilihat bahaya dari krisis pangan pun kemudian
menjalar kepada masalah human security.
Negara-negara maju kemudian
menemukan solusi dengan melakukan penelitian yang memakan waktu lama dan
kemudian menemukan penemuan baru berupa tanaman pangan transgenik. Yang
dimaksud dengan tanaman transgenik adalah tanaman hasil rekayasa genetika
dengan upaya pemanfaatan bioteknologi. Dengan demikian, tanaman transgenik
mengandung gen (pembawa sifat tanaman) yang berasal dari luar tanaman yang
secara sengaja dan terencana dipindahkan dengan teknologi canggih.[3]
Tanaman transgenik ini telah terbukti menghasilkan tanaman baru yang lebih
baik, sehingga dianggap dapat memperbaiki tingkat produksi pangan di
negara-negara yang mengalami krisis pangan.
Fenomena diatas dipandang sebagai
isu deterministik yang penuh dengan kepentingan AS. Selanjutnya berdasarkan
bagan Back Bone Fish Scheme dalam
menganalisis isu yang digunakan oleh AS yakni yang pertama adalah isu krisis
pangan (Food Crissis) yang melanda negara-negara terutama
negara berkembang. Isu krisis pangan tersebut dinilai jika tidak ditangani,
dikhawatirkan dampaknya akan juga berpengaruh terhadap ketahanan pangan global
(Food Security). Di sisi lain dengan
fakta krisis pangan yang mengakibatkan tingkat kelaparan yang sangat tinggi, dan
krisis pangan yang terjadi di negara-negara timur tengah hingga menyebabkan
kerusuhan. Maka fenomena tersebut kemudian juga berpengaruh kepada isu Human Security. Maka dari itu AS dengan
produk pangan transgeniknya beralasan untuk mencanangkan alih teknologi kepada
negara-negara lain sehingga dapat memperbaiki tingkat produksinya.
Proses selanjutnya adalah Means atau cara-cara dalam hal ini
merupakan bentuk state action yang
dilakukan AS melalui instrumen-instrumen. Melalui FAO Amerika memprediksikan
negara-negara yang mengalami krisis pangan kebanyakan adalah negara-negara
berkembang, dimana negara-negara tersebut merupakan pasar yang bagus untuk
produk transgeniknya. Instrument selanjutnya adalah melalui WTO,
kebijakan-kebijakan WTO terkait perdagangan bebas seluruhnya tentu saja
terdapat pengaruh dari AS. Gagasan-gagasan liberalisasi perdagangan secara
tidak langsung juga digunakan untuk mempromosikan ideologi liberal barat.
Dalam hal ini Goals dari AS adalah mempertahankan sistem Internasional yakni
berlakunya sistem perdagangan bebas antar negara dengan aturan-aturan yang
berlaku. Tentunya aturan-aturan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga tetap
tercipta suatu ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara maju.
Tujuan dari kepentingan AS pun kemudian sudah dapat dilihat dengan jelas disini
yakni kepentingan Economic Gain.
Kepentingan ekonomi yakni dalam meningkatkan nilai ekspor bahan pangan
transgenik dan juga memperluas pasar yang didukung oleh sistem perdagangan
bebas yang diatur dalam WTO kepada negara-negara berkembang.
Indonesia misalnya, sebagai negara
berkembang dan menjadi pasar yang bagus bagi produk pangan transgenik AS,
berdasarkan Laporan United States Department of Agriculture (USDA) menyebutkan,
nilai ekspor produk transgenik Amerika ke Indonesia pada tahun 2004,yang
terdiri atas kedelai, jagung, dan kapas mencapai US$ 600 juta.[4]
Fakta tersebut menerangkan akan kepentingan AS yang sebenarnya, yakni demi
kepentingan ekonomi dalam
meningkatkan ekspor bahan pangan transgeniknya ke negara-negara berkembang yang
telah terikat dan menerima tekanan dari aturan-aturan WTO dalam perdagangan
bebas.
BAB
III
KESIMPULAN
Setiap negara pada dasarnya memiliki
kepentingan nasional masing-masing. Negara akan melakukan upaya apapun demi
tercapainya kepentingan tersebut. Penggunaan isu dalam mencapai kepentingan
nasional suatu negara kerap sekali terjadi. Isu menjadi sangat penting perannya
jika isu tersebut telah menjadi isu global dan dapat menarik perhatian dunia
Internasional. isu deterministik merupakan istilah yang dikenal untuk isu yang
didalamnya ternyata memuat kepentingan-kepentingan dari satu negara.
Isu alih teknologi berupa tanaman
pangan transgenik oleh negara Amerika Serikat terhadap negara berkembang
merupakan isu deterministik. Sebagai mahasiswa jurusan hubungan internasional
kita dituntut selalu berpikir kritis dalam melihat fenomena-fenomena
Internasional. Dalam kasus ini ternyata Amerika memiliki kepentingan ekonomi
dalam menanggapi isu krisis pangan global yang melanda negara-negara di dunia
terutama negara-negara berkembang. Amerika ingin meningkatkan nilai ekspor
bahan pangan transgeniknya dan juga memperluas pasar dari produk tersebut,
dengan berkedok memberikan solusi alih teknologi tanaman transgenik tersebut ke
negara-negara berkembang untuk membantu menangani masalah krisis pangan.
Daftar
Pustaka
Ini apa? Artikel? Jurnal? atau Skripsi yang anda buat?
BalasHapus