Oleh:
Redha
Irawan 090910101001
Rozi
Rastafani 090910101004
Rezita
Nailul A. 090910101005
Rizqi
Amallina 090910101006
Aprilia Santi 090910101007
Dewi
Rahayu 090910101008
Nadia
Meyta 090910101009
Rina
Novita 090910101010
Flora
Vomica 090910101011
Sylvia
Dwi A 090910101012
Arif
Frastiawan 090910101013
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Provinsi di Georgia yang
bernama Ossetia Selatan yang berusaha memisahkan diri dari negara Georgia dan mendapatkan
kemerdekaan efektifnya yang diperoleh melalui perang tahun 1991-1992. Pada 6
Agustus, tentara Georgia membombardir Ossetia Selatan dengan tujuan merebut kembali
kontrol di provinsi, yang ingin bergabung dengan Ossetia Utara, di Rusia. Dua
wilayah ini dipisahkan dengan garis perbatasan Rusia-Georgia. Provinsi
separatis di Georgia ini didominasi etnis Ossetia. Provinsi tersebut juga berusaha
menggusur etnis Georgia yang tinggal di Ossetia Selatan.
Pemerintah
Georgia menyatakan serangan itu dimaksudkan untuk merebut kembali kemerdekaan
Osetia Selatan. Menteri Reintegrasi Georgia Temur Yakobashvili mengatakan
Georgia tidak bermaksud menghancurkan Tskhinvali ibukota Ossetia Selatan,
tetapihanya ”menetralisasi posisi separatis”. Walaupun telah merdeka tapi kedaulatan
republic ini tidak diakui secara internasional. Georgia tidakmengakui status
Ossetia Selatan sebagai suatu entitas tersendiri.Georgia tetap menganggap
Ossetia Selatan merupakan bagian dari negara Georgia.
Operasi
militer itu digelar sepekan setelah bentrokan antara kelompok separatis di Ossetia
Selatan dan tentara Georgia, yang menewaskan 20 orang. Serangan militer itu pecah
hanya beberapa jam setelah Saakashvili mengumumkan gencatan senjata unilateral,
Kamis malam, yang mendesak pemimpin separatis Ossetia Selatan memulai perundingan
untuk menyelesaikan konflik.
Masalah muncul saat Georgia menuding Rusia,
yang menempatkan pasukan penjaga perdamaian di Ossetia Selatan, ikut campur. Empat
pesawat jet pengebom Rusia memasuki wilayah udara Georgia dan menjatuhkan dua bom
di kota Goridan Desa Kareli dan Variani. Pada Jumat 8 Agustus, sekitar 2.500
tentara Rusia memasuki dan menyerang wilayah Georgia dengan tujuan membantu separatis
Ossetia Selatan dengan menggunakan pesawat tempur dan tank-tank. Pada hari Sabtu,
Rusia mengatakan Tskhinvali sudah dibebaskan dari cengkeraman tentara Georgia. ”Beberapa
batalion yang taktis telah membebaskan Tskhinvali,” kata Jenderal Vladimir
Boldyrev, Kepala Pasukan Darat Rusia.
Hubungan Rusiadan Georgia memburuk
karena persoalan Ossetia Selatan dan provinsi lainnya di Georgia yang
memisahkan diri, Abkhazia. Hubungan kian memburuk tahun ini setelah Georgia
bermaksud bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Rusia menambah
pasukan di Abkhazia. Akhirnya, karena ia tidak senang urusan dalam negerinya dicampuri
oleh negara lain, Presiden Georgia Mikhail Saakashvili mengeluarkan dekrit yang
menyatakan negara dalam keadaan perang, yang berarti negara juga berada dalam keadaan
darurat selama 15 hari sejak Sabtu 9 Agustus. Hingga Rabu 13 Agustus sudah ratusan
ribu warga sipil tewas dan ribuan rumah rata dengan tanah di Georgia dan
Ossetia Selatan.[1]
Rusia dan Georgia adalah negara yang
sebenarnya bertetangga tetapi memiliki hubungan yang kurang harmonis. Memburuknya
hubungan keduanya karena Georgia mengusir 4 orang diplomat Rusia dengan tuduhan
spionase. Rusia pun membalas reaksi Georgia tersebut dengan memblokade Georgia
dan mengusir puluhanribu warga Georgia yang tinggal di Rusia.[2]
Rusia mendukung Ossetia selatan dalam konflik ini karena sebagian warganya mendiami
Ossetia selatan. Penulis mengangkat masalah tentang intervensi Rusia yang
terlalu jauh terlibat dalam penyelesaian konflik ini dimana hal tersebut semakin
menambah pelik konflik yang terjadi.
1.2 Rumusan
Masalah
Permasalahan
sangat penting dalam suatu penulisan karya tulis ilmiah karena akan memberikan
suatu pusat pemikiran agar pembahasan dan analisa dapat berlangsung dengan
baik. Permasalahan bisa dianologikan sebagai jiwa penelitian yang menuntut
jawaban. Sehingga permasalahan tersebut perlu dipecahkan, baik mengenai wawasan
atau pengertiannya. Dalam hal ini, diharapkan akan ditemukan suatu jawaban dari
permasalahan yang kita kaji. Sehingga tidak semua kajian bisa disebut sebagai
masalah.Dalam karya tulis ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
“Bagaimana terjadinya
intervensi Rusia dalam konflik Georgia dan Ossetia Selatan?”
1.3 Kerangka
Teori
Dalam
konflik Georgia dengan Ossetia Selatan ini kami menggunakan teori
kekuasaan. Menurut Max Weber kekuasaan
adalah kemungkinan yang membuat seseorang di dalam suatu hubungan sosial berada
dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan menyingkirkan
segala halangan yang melintas dihadapannya.[3] Teori
kekuasaan ini memiliki konsep yaitu Coercive
Power dimana konsep ini mengusungkemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang
tidak melakukan permintaan atau perintah. [4]
Konsep ini terbukti dengan terlibatnya Rusia dalam konflik Georgia dan Ossetia
Selatan sebagai negara yang menginginkan Georgia agar tidak melakukan
penyerangan ke Ossetia Selatan karena ingin memerdekakan diri dari wilayahnya.
Pada dasarnya Rusia hanya ingin membantu dan melindungi Ossetia Selatan dari
serangan Georgia sebagai negara penyeimbang karena Georgia dibantu AS (Amerika
Serikat). Namun kenyataannya pada tanggal 8 Agustus 2008 saat terjadi perang
antara Georgia dan Ossetia Selatan, Rusia turun tangan karena Georgia tiba-tiba
menyerang pangkalan milik pasukan perdamaian Rusia.[5]
Dengan adanya bantuan dari Rusia, Ossetia Selatan dapat merebut kembali
wilayahnya. Sayangnya Rusia yang awalanya hanya beroperasi di daerah Ossetia
Selatan malah balik menyerang kota Gori yang dijadikan markas Georgia untuk
menyerang Ossetia Selatan dan Tbilisi (Ibukota Georgia) sehingga aktivitas
transportasi Georgia menjadi lumpuh. Upaya yang dilakukan oleh Rusia tersebut
semata-mata agar terjadi gencatan senjatasalah satu pihak (win-lose solution) .
Dimana pihak yang diinginkan untuk kalah yakni Georgia.
BAB.
2 PEMBAHASAN
2.1 Profil Negara
Georgia
merupakan sebuah negara bagian AmerikaSerikat.
Negara bagian ini terletak di bagian tenggara. Ibukotadari Georgia adalah
Atlanta. Georgia merupakan sebuah Negara transbenua disebelah timur laut hitam dan
di selatan kaukasus antara benua eropa dan benua asia.[6]
Bekas republik di Uni Soviet ini berbatasan dengan Rusia di sebelah utara, Turki di sebelah baratdaya,
Armenia di
sebelah selatan
serta Azerbaijan
di sebelah timur.
Luas wilayah Georgia 69.700 km², berpenduduk 4,4 juta jiwa (tidak termasuk Abkhazia dan Ossetia
Selatan), 84% dari jumlah penduduk beretnis Georgia.
Suku yang
pertama kali mendiami Negara Georgia adalah proto-georgia. Di Negara iniada 53
provinsi, 11 kota dan 2 republik otonomi. Ada 3 kota besar yang memiliki banyak
penduduk, yaitu kota Tbilisi dengan jumlah penduduk 1.066.100 jiwa, Kutaisi dengan jumlah penduduk
183. 300, dan kota Batumi dengan 116.900 jiwa. Bahasa yang digunakan di Negara
Georgia sebagian besar 93% dari penduduk Georgia menggunakan bahasa silirik dan
sisanya 7% dari Negara Georgia menggunakan bahasa rusia.[7]
2.2 Sejarah terpecahnya Georgia
dengan Ocetia selatan
Sejak
abad ke-19 wilayah Kaukasus termasuk didalamnya Ossetia dan Georgia menjadi
bagian dari Kekaisaran Rusia, menyusul tumbangnya rezim kekaisaran di tahun
1917 yang digantikan oleh rezim republik komunis Uni Soviet, wilayah Ossetia
lalu dibagi menjadi dua yakni wilayah utara yang menjadi bagian dari negara
bagian Rusia dan wilayah selatan yang menjadi bagian dari negara bagian Georgia[8].
Georgia merupakan salah satu negara dibawah kekuasaan Imperium Rusia dan sempat
merdeka pada tahun 1918, namun
kembali jatuh ke tangan Uni Soviet pada tahun 1922 hingga kemudian
memerdekakan diri pasca runtuhnya Uni Soviet. Selama dibawah kekuasaan Uni
Soviet Georgia tidak dapat bebas bergerak dan melakukan aktivitas secara
politik karena dalam naungan kebijakan rezim komunis Uni Soviet.
Sedangkan Ossetia sendiri merupakan
wilayah yang berada dalam kedaulatan negara Georgia pasca keruntuhan Uni
Soviet. Ossetia terbagi dalam dua negara yaitu Ossetia Utara di Rusia dan
Ossetia Selatan berada di wilayah kedaulatan Georgia, dan pasca runtuhnya Uni
Soviet Ossetia mulai merasa terancam dengan berbagai kebijakan domestik Georgia
seperti penetapan bahasa Georgia sebagai bahasa nasional di seluruh wilayah
Georgia, sementara orang-orang Ossetia menuntut agar bahasa mereka juga menjadi
bahasa resmi untuk wilayah Ossetia Selatan[9].
Selama dibawah kekuasaan rezim komunis Soviet, wilayah Ossetia ini diberi
kebebasan untuk menggunakan kultur dan bahasa mereka sendiri. Pada masa
kekuasaan Georgia, kebijakan domestik Georgia menyangkut bahasa nasional
tersebut membuat Ossetia menjadi tertekan dan terancam sehingga memunculkan
gerakan separatisme untuk memerdekakan diri.
Keruntuhan Uni Soviet dan tekanan
kebijakan domestik Georgia menjadi momen dan alasan yang tepat oleh Ossetia
untuk memerdekakan diri. Diawali dengan munculnya gerakan separatisme Ossetia
terhadap Georgia. Gerakan separatisme Ossetia tersebut mendapat dukungan dari
Rusia, hal ini dikarenakan faktor geografis dimana wilayah Ossetia selatan
berbatasan langsung dengan wilayah Rusia. Hal tersebut yang menjadi bahan
pertimbangan oleh Rusia untuk membantu Ossetia karena jika Georgia berhasil
menguasai Ossetia maka dikhawatirkan Georgia sewaktu-waktu mudah menyerang
Rusia yang memang berbeda ideologi karena kebijakan domestik Georgia sangat pro
Barat. Hal tersebut diperkuat dengan kerjasama yang dilakukan Georgia dengan
Amerika Serikat di bidang militer dengan dalih tujuan memerangi terorisme[10].
Sehingga dari sinilah muncul security
dilemma dari Rusia yang kemudian berjuang membantu gerakan separatisme
Ossetia Selatan secara terang-terangan.
2.3 Konflik yang terjadi antara
Georgia dan Ocetia
Meskipun
dalam satu region dan merupakan dua negara yang saling bertetangga dekat, namun
Rusia dan Georgia memiliki hubungan yang kurang harmonis. Sejak Revolusi Mawar
pada tahun 2003 yang menurunkan Menteri Luar Negeri Eduard Shevardnadze pada
era Uni Soviet dan digantkan oleh Mikheil Shaakhasvilli pada kursi
kepresidenan, Georgia mengalihkan pandanganya yang semula memihak Rusia menjadi
berpaling pada Eropa dan Amerika Serikat.
Telah kita ketahui bahwa Rusia memiliki interest terhadap negara-negara yang bertetangga dengannya dengan
maksud memiliki negara-negara tersebut dan menyesuaikan kebijakan yang telah
disusun oleh Rusia. Selain itu Rusia merupakan negara yang memiliki wilayah
yang luas, penduduk yang padat, namun tidak memiliki perbatasan alam yang dapat
mengamankan negaranya dari ancaman asing yang menjadikan Rusia sebagai negara
yang ekspansif dan berupaya mengembangkan wilayahnya dengan menduduki
daerah-daerah baru di sekelilingnya untuk dijadikan buffer-zone. Kepentingan Rusia itulah yang menyebabkan Rusia
menjadi memerah karena berpalingnya Georgia kepada dunia Barat yang merupakan
potensi ancaman terhadap national
security Rusia.
Pada
tahun 1990an, dua provinsi Georgia yakni Ossetia Selatan dan Abkhazia ingin
memerdekakan diri dari kedaulatan Georgia dan mendapat dukungan penuh dari
Rusia meskipun bukan dalam bentuk pengakuan kemerdekaan.[11]
Dalam konflik intern Georgia tersebut, Rusia berperan resmi sebagai pihak yang
membantu menyelesaikan masalah secara damai dan sebagai perantara antara pihak
Abkhazia dan Ossetia Selatan dengan pemerintah Georgia. Namun pada prakteknya,
justru Rusia secara terang-terangan membantu kedua provinsi tersebut melepaskan
diri dari kedaulatan Georgia. Hal itu ditunjukkan dengan pemberian kewarganegaraan
dan pasport kepada warga Abkhazia oleh Rusia dengan alasan pemerintah Georgia
menolak untu memberikan pasport tehadap keterlibatan
Rusia tersebut tidak membawa kondsi yang lebih baik dalam upaya penyelesaian
konflik internal tersebut dan mengakibatkan konflik menjadi luas dan kompleks.
Pemerintah
Georgia yang pada awalnya mendapat kecaman dari dunia karena kekerasan yang
dilakukan di provinsi Ossetia Selatan dan Abkhazia, mulai kembali mendapat
dukungan dari internasional karena telah menjadi korban intervensi dan aksi
sepihak dari militer Rusia. Dunia mengecam bahwa meskipun terdapat ikatan
sosial antara Rusia dan para penduduk Ossetia Selatan, hal tersebut tidak dapat
dijadikan alasan bagi suatu negara untuk melakukan intervensi terhadap masalah
internal negara lain.
2.4 Intervensi atau ikut campur
Rusia
Konflik antara Georgia dan Ossetia
selatan itu akhirnya muncul dalam bentuk perang yang disebut perang lima hari
Georgia dengan Ossetia selatan dan Russia. Perang ini terjadi sebagian besar di
Kota Ossetia selatan yaitu Tskhinvali. Russia dalam pernyataannya bahwa mereka
akan melindungi Ossetia dari ancaman Georgia.
Awlanya,
Gerogia telah mempersiapkan pasukannya sebanyak 11.000 personil untuk
melancarkan serangan ke Ossetia Selatan. Rencana awal Georgia yaitu menduduki
ibukota Ossetia selatan, Tskhinvali dengan artileri, tank, dan pesawat tempur
yang mereka miliki. Pada tanggal 7 Agusutus 2008, Georgia mulai mengirimkan
pasukannya ke Ossetia selatan dan menduduki jalur jalur yang menghubungkan kota
dengan daerah sekitarnya. Setelah mengepung Tskhinvali, pasukan Georgia masuk
ke dalam menggunakan tank untuk melumpuhkan. Usaha yang dilakukan Georgia itu
behasil, Tskhinvali telah jatuh ke tangan Georgia.
Esoknya,
Pasukan gerogia terus bergerak kearah pangkalan milik Rusia di Ossetia Selatan.
Serangan itu memicu reaksi dari Russia dengan memberi perintah kepada sisa
prajurit yang ada di pangkalan miliknya bergabung dengan pasukan Ossetia
selatan untuk memukul mundur Georgia yang ada di Ossetia Selatan. Pertempuran
itu tidak selesai dan berlanjut hingga keesokan harinya.
Pada
tanggal 9 agustus, Russia berhasil memukul mundur pasukan Georgia yang berada
di Tskhinvali dan menempatkan pasukan tambahannya untuk menjaga Tskhinvali.
Pada saat Russia mengirimkan pasukan bantuannya, Pasukan Georgia yang berada di
sekitar Tskhinvali sempat mencoba untuk memotong bantuan itu dengan serangan.
Serangan
yang dilancarkan kembali oleh Georgia akhirnya menembus pertahanan Rusia di
Tskhinvali pada tanggal 10 agustus. Georgia kembali menduduki Tskhinvali dan
menjaga daerah tersebut. Namun pendudukan kembali oleh Georgia tidak
berlangsung lama. Russia dan Ossetia kembali menduduki Tskhinvali yang dijaga
oleh tentara Georgia pada malam harinya.
Pada
tanggal 11 Agustus 2008, Russia dan Ossetia terus memukul mundur pasukan
Georgia hingga ke perbatasan Georgia-Ossetia selatan. Georgia akhirnya harus
menarik pangkalan pasukannya dari Gori ke Tbilisi karena takut musuh akan
menduduki Tbilisi, ibukota Georgia. Kemudian Russia dan Ossetia bergerak
menduduki Gori di Georgia yang menghubungkan Georgia Timur dan Barat. Hal itu
dimaksudkan oleh Russia untuk mencegah serangan Gerogia ke Ossetia selatan.
Namun invasi itu tidak diteruskan ke Tbilisi seperti yang ditakutkan oleh Georgia[12].
2.5 Outcome
7
Agustus 2008, Georgia mempersiapkan 11.000 personil untuk melancarkan
serangan ke kota Tskhinvali, ibu kota Ossetia selatan dan desa-desa di
sekitarnya dengan meriam altireri, dibantu tank, dan pesawat tempur. Langkah
awal untuk merebut kota Tskhinvali yaitu dengan memblokir jalur-jalur yang
menghubungkan Kota dengan daerah lainnya sehingga kota Tskhinvali terisolasi.
Kemudian tank-tank dan pesawat tempur digrakkan untuk menduduki kota
tersebut.Upaya tersebut berhasil dilakukan oleh Georgia karena persenjataan di
kota Tskhinvali tidak mencukupi untuk memukul mundur tentara Georgia.
8
Agustus 2008,
Pasukan Georgia kemudian bergerak ke arah pangkalan milik
perdamaian rusia di Ossetia selatan. Dengan alasan itu, rusia ikut terjun ke
medan perang dan memeberi perintah kepada sisa pasukannya yang ada di pangkalan
untuk bekerja sama dengan pasukan Ossetia selatan. Pertempuran kembali berjalan
antara Georgia dengan pasukan rusia dan Ossetia. Pertempuran itu berlanjut
hingga keesokan harinya.
9
Agustus 2008, Russia
berhasil memukul mundur pasukan Ossetia selatan yang berada di kota Tskhinvali dan mengirimkan pasukan tambahan ke
Tskhinvali
10
Agusuts 2008, Pasukan Georgia kembali menduduki Tskhinvali dan memukul
mundur pasukan rusia dan Ossetia selatan. Namun pada hari yang sama pasukan
Georgia dipukul mundur keluar dari Tskhinvali oleh Russia dan Ossetia selatan.
11
Agustus 2008, Pasukan
Russia yang ada di Ossetia selatan kemudian berjalan menduduki gori yang menghubungkan Georgia timur dan barat. Pada saat itu jalur
yang menghubungkan antara Georgia timur dan selatan sempat terputus.[13]
Rusia mengikuti langkah Georgia dengan menandatangani satu rencana
perdamaian yang ditengahi oleh Perancis untuk mengakhir konflik yang sudah
berlangsung sembilan hari. Presiden Rusia Dmitry Medvedev
mengikuti langkah presiden Georgia, Mikhail Sakasshvili dengan menandantangani
gencatan senjata. Diantara enam pokok kesepakatan itu, kedua pihak setuju untuk menarik
mundur pasukan mereka ke posisi sebelum terjadinya konflik ini.Tetapi berbagai
laporan mengatakan kesepakatan itu mengandung satu pasal yang mengizinkan Rusia
mengambil langkah-langkah pengamanan tambahan untuk sementara waktu menjelang
kedatangan para pengawas gencatan senjata internasional. Menteri luar negeri
Rusia, Sergei Lavrov mengatakan kepada para wartawan,langkah-langkah pengamanan
inilah yang akan diimplementasikan, "pertama dan yang utama". Para diplomat
mengatakan bahwa Dewan Keamanan PBB diperkirakan akan memungut suara akhir
pekan ini untuk satu rencana resolusi yang meresmikan kesepakatan gencatan
senjata itu.[14] Pasukan Rusia
sekarang sudah jauh meninggalkan perbatasan Ossetia Selatan dan masuk lebih
dalam ke wilayah Georgia. Rusia dilaporkan sudah menduduki kota Khashuri di georgia tengah,
sehingga Rusia praktis menguasai hampir semua kota penting dalam jaringan jalan
utama yang menghubungkan wilayah Laut Hitam ke ibukota Tbilisi.
6 pokok rencana damai :
- Tak ada lagi penggunaan
kekerasan
- Hentikan semua kegiatan militer
untuk selamanya
- Akses bebas untuk bantuan
kemanusiaan
- Pasukan Georgia kembali ke
posisi-posisi penempatan permanen mereka
- Pasukan Rusia kembali ke posisi
mereka sebelum konflik
- Perundingan international
mengenai masa depan status Ossetia Selatan dan Abkhazia
Dalam
konferensi pers bersama, mereka mengatakan 6 pokok rencana perdamaian sudah
disetujui oleh Rusia. Kesepakatan itu termasuk satu janji untuk memulai
perundingan internasional mengenai masa depan status Ossetia Selatan dan
Abkhazia. Jika Georgia setuju dengan rencana ini, Medvedev mengatakan ‘jalan
menuju satu normalisasi perlahan-lahan’ di Osetia Selatan mulai terbuka.[15]
BAB.
3 KESIMPULAN
Rusia sebagai negara super power yang mendominasi negara-negara eks uni
soviet, merasa memiliki kewajiban terhadap negara-negara disekitarnya untuk menciptakan
perdamaian. Dalam konflik Georgia- ocetia selatan, rusia lebih terkesan antusias
mendukung tindakan ocetia selatan untuk memerdekakan diri dari Georgia,
terbukti dengan adanya bantuan militer yang dikirim kan rusia di wilayah ocetia
bahkan telah merangsek masuk kebelahan Georgia. Namun pihak Georgia juga tidak tinggal
diam, untuk mengcounter tindakan yang dilakukan pasukan rusia dan ocetia, akibatnya
konflik tak mampu dihindarkan. Setelah konflik berlangsung kurang lebih 9 hari,
akhirnya rusia bersedia mengikuti langkah Georgia untuk menandatangani rencana perdamaian
yang ditengahi perancis. Dalam rencana perjanjian terdapat 6 pokok yang harus ditaati
peserta perjanjian damai. 6 pokok perjanjian tersebut adalah:
- Tak ada lagi penggunaan
kekerasan
- Hentikan semua kegiatan militer
untuk selamanya
- Akses bebas untuk bantuan
kemanusiaan
- Pasukan Georgia kembali ke
posisi-posisi penempatan permanen mereka
- Pasukan Rusia kembali ke posisi
mereka sebelum konflik
- Perundingan international
mengenai masa depan status Ossetia Selatan dan Abkhazia
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pkc-indonesia.com/index.php/sejarah/konga-indonesia-di-wilayah-eropa/georgia
http://republik-tawon.blogspot.com/2012/07/perang-5-hari-yang-membakar-ossetia.html
http://enkadiansari.blogspot.com/2012/05/georgia-ossetia-selatan-menakar-peran.html
http://www.jawapos.com/georgia-ocetiaselatan/
[2]
http://forum.detik.com/analisa-nya-dong-nunggu-iran-perang-lama-rusia-udah-nyerang-t53416.html
[4] Blog
Alvonzsusisno’sdiaksespadatanggal 5 Nopember 2012
[5]http://republik-tawon.blogspot.com/2012/07/perang-5-hari-yang-membakar-ossetia.html
diakses pada tanggal 6 Nopember 2012
[6] http://id.wp:ikipedia.org/wiki/Georgia
[7]
http://www.pkc-indonesia.com/index.php/sejarah/konga-indonesia-di-wilayah-eropa/georgia
[8]
Diakses dari
http://republik-tawon.blogspot.com/2012/07/perang-5-hari-yang-membakar-ossetia.html
[9]Diaksesdari
http://enkadiansari.blogspot.com/2012/05/georgia-ossetia-selatan-menakar-peran.html
[10] Ibid.
[11]
http://www.jawapos.com/georgia-ocetiaselatan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar