I. PENDAHULUAN
Topik yang akan
dibahas dalam karya tulis ini adalah mengenai kebijakan luar negeri Indonesia
yang mengambil keputusan untuk keluar dari keanggotaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada masa pemerintahan presiden Soekarno. Melalui pidatonya
pada rapat umum di Kalarta pada 7 Januari 1965 Presiden Soekarno menyatakan
Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Dalam karya tulis ini penulis tertarik
dan menemukan pokok permasalahan yang harus dianalisis terkait sebab-sebab yang
menjadi faktor penyebab negara Indonesia berani mengambil kebijakan luar negeri
tersebut. Dijelaskan pula kerangka berpikir yang dipakai oleh penulis untuk
kemudian digunakan sebagai pedoman dalam menganalisis permasalahan. Kemudian
hasil analisis dijelaskan secara terperinci dalam pembahasan sehingga dapat
diambil kesimpulan.
II.
MASALAH
2.1
Latar
Belakang Masalah
Salah satu syarat suatu negara
telah bebas dari penjajah dan dapat dikatakan telah merdeka adalah mendapatkan
pengakuan dari negara lain. Makna dalam syarat tersebut adalah tuntutan dari
negara itu sendiri untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat Internasional
bahwa negara telah merdeka dan bebas dari jajahan negara lain. Salah satu cara
yang bisa diambil yakni adalah dengan ikut serta dan bergabung dengan
organisasi-organisasi internasional yang telah lebih dulu eksis di dunia
Internasional. Hal tersebut sudah dilakukan oleh negara Indonesia yang merdeka
pada 17 Agustus 1945 dengan masuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) untuk pertama kalinya pada tanggal 28 September 1950.
Dengan masuknya Indonesia menjadi salah satu anggota PBB ini menunjukkan suatu
upaya aktualisasi diri oleh negara Indonesia demi mendapatkan lebih banyak
pengakuan dari negara lain akan kemerdekaannya serta juga dapat menjalin
hubungan kerjasama dengan negara anggota PBB yang lain.
Namun terjadi suatu fenomena yang
mungkin sangat bertolak belakang dengan upaya aktualisasi diri tersebut yakni dengan
pernyataan oleh presiden Soekarno yang menyatakan bahwa Indonesia keluar dari
keanggotaan PBB. Tepat pada tanggal 7 januari 1965 Presiden republik Indonesia
Ir. Soekarno pada rapat umum Anti pangkalan Militer Asing di kalarta melalui
pidatonya menyatakan Indonesia keluar dari Perserikatan bangsa-bangsa (PBB).
Tentu saja pidato dan keputusan Presiden Soekarno ini mengejutkan banyak pihak tak
terkecuali negara anggota PBB lainnya. Keputusan tersebut tentu saja akan
memberi dampak dapat terkucilkannya negara Indonesia dari dunia Internasional,
namun tetap saja keputusan tersebut berani dan dengan tegas dinyatakan oleh
presiden Soekarno pada masa itu. Dari sini kemudian penulis mendapatkan hal
yang menarik untuk lebih dalam dibahas terkait alasan dan faktor-faktor yang
menyebabkan negara Indonesia berani mengambil keputusan untuk keluar dari
keanggotaan PBB.
2.2 Pokok
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan, penulis mendapatkan suatu permasalahan yang kemudian dirumuskan
dalam sebuah pertanyaan sebagai berikut:
Mengapa
Indonesia mengeluarkan kebijakan luar negeri untuk keluar dari keanggotaan PBB pada
masa pemeritahan presiden Soekarno?
III.
TEORI
Dalam
menganalisis permasalahan dan menemukan jawaban atas pokok permasalahan,
penulis memiliki konsep pemikiran yang berlandaskan suatu teori dan dijadikan
kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah dalam karya tulis ini. Teori
yang dipakai sebagai kerangka berpikir tersebut adalah analisis dari seorang
ahli yakni M. G. Hermann & Hermann tentang tiga macam unit-unit utama
pembuatan keputusan yakni antara lain predominan
leader, kemudian yang kedua adalah single
Group, dan yang ketiga adalah multiple
autonomous actors.
Dalam menjawab rumusan masalah ini penulis mengambil salah satu tingkat
analisis unit yakni predominan leader atau
unit keputusan berdasarkan pemimpin dominan. Unit analisis ini dijadikan
kerangka berpikir penulis untuk menganalisis proses pengambilan keputusan
negara Indonesia oleh presiden Soekarno sebagai pemimpin negara.
Predominan leader
merupakan salah satu unit pengambil keputusan utama yang mengarah pada pemimpin
suatu negara yang cenderung sifatnya dominan. Jika pemimpin tersebut memiliki
pandangan yang kuat maka dia hanya mencari informasi untuk mengkonfirmasi
keputusannya dan kurang sensitif terhadap nasehat ataupun informasi.
Tipe unit utama pengambil keputusan ini sangat sesuai dengan presiden Soekarno
yang kita ketahui karakternya yang sangat berkharisma, berani mengambil
keputusan, dan sangat tegas menolak segala bentuk kolonialisme dan imperialisme
barat yang tentunya pernah menjajah negara Indonesia.
Penulis
juga menggunakan asumsi dasar realisme yakni self help dimana negara tidak boleh percaya pada negara lain atau
organisasi internasional, tapi harus mencari cara sendiri.
Negara harus selalu curiga terhadap negara lain akan semua tingkah laku negara
lain ataupun organisasi internasional yang memungkinkan terjadinya ancaman bagi
negaranya. Berdasarkan asumsi tersebut sesuai dengan kondisi negara Indonesia
dibawah kepemimpinan presiden Soekarno saat itu, dimana pada saat itu terjadi
banyak perselisihan antara Indonesia dengan negara tetangga yakni Malaysia.
Perselisihan
antara Indonesia-Malaysia ini membuat pribadi presiden Soekarno sendiri selalu
berpikiran negara terhadap pendirian negara tersebut. Malaysia dianggap sebagai
salah satu negara boneka dan antek kolonialisme negara barat. Sehingga tidak
sedikit upaya-upaya yang dilakukan oleh Soekarno untuk melawan Malaysia salah
satunya adalah politik ganyang Malaysia yang dilakukan oleh Soekarno yang
menganggap pembentukan negara federasi Malaysia sebagai bentuk ancaman bagi
keutuhan negara republik Indonesia.
Puncaknya
pada akhirnya ketika diangkatnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap dewan
keamanan PBB. Dengan pengangkatan tersebut kemudian secara tegas presiden Soekarno
memberikan pernyataan bahwa negara Indonesia keluar dari keanggotaan PBB karena
presiden Soekarno sudah tidak percaya lagi pada kinerja PBB sebagai organisasi
internasional yang dianggapnya terlalu sarat dengan kepentingan negara barat.
PBB dianggap sebagai organisasi yang menindas negara-negara dunia ketiga yang
berkiblat kolonialisme barat sehingga menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa.
IV. ARGUMEN
Berdasarkan
kerangka pemikiran yang digunakan oleh penulis, dapat dilakukan analisis
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan negara Indonesia melalui presiden
Soekarno berani mengambil keputusan untuk keluar dari keanggotaan organisasi
internasional PBB. Berdasarkan unit pengambil keputusannya yakni predominan leader dimana presiden
Soekarno sebagai pemimpin negara Indonesia memiliki karisma sehingga
mendapatkan legitimasi dari rakyatnya untuk menjalankan pemerintahan, serta
dalam pengambilan kebijakan negaranya yang berdasarkan cara pandang sendiri terhadap
kondisi negara Indonesia dan dunia Internasional saat itu. Serta sikap selfhelp yang menuntut negara agar tidak
selalu percaya pada negara lain ataupun organisasi internasional. Maka
faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia
tersebut selalu berdasarkan persepsi satu arah dari presiden Soekarno sebagai
pemimpin negara Indonesia.
Faktor-faktor
tersebut kemudian dibagi menjadi tiga faktor yakni antara lain yang pertama adalah
pandangan presiden Soekarno terhadap kondisi negara Indonesia pada waktu itu
yang didasari dampak adanya konfrontasi dengan Malaysia sejak pembentukan
Malaysia oleh Inggris sebagai negara federasi. Atas dasar tidak suka dan
kewaspadaan yang tinggi terhadap Malaysia sebagai ancaman bagi keutuhan
Indonesia inilah yang kemudian menjadi alasan utama keluarnya Indonesia dari
keanggotaan PBB.
Faktor
kedua adalah persepsi presiden Soekarno terhadap PBB yang dianggap sebagai
organisasi yang cenderung mencerminkan organisasi yang sarat akan kepentingan
barat, dimana PBB dinilai cenderung terlalu condong pada salah satu kutub yakni
blok barat dalam kondisi perang dingin waktu itu. Kemudian faktor yang ketiga
ketidakmampuan PBB untuk menyelesaikan masalah-masalah negara anggotanya, justru
PBB seakan-akan hanya menjadi arena perselisihan diantara negara anggotanya
yang terlibat konfrontasi.
V. PEMBAHASAN
Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) merupakan organisasi internasional yang secara resmi
dibentuk pada 24 Oktober 1945, melalui ratifikasi piagam 5 negara anggota tetap
dewan keamanan PBB yakni Perancis, Republik Cina, Uni Soviet, Inggris dan
Amerika Serikat. Organisasi
internasional PBB didirikan sebagai organisasi internasional yang berwujud
perserikatan negara-negara di dunia yang dianggap sebagai organisasi yang
menggantikan posisi organisasi sebelumnya yakni Liga Bangsa Bangsa (LBB). LBB
dianggap telah gagal sebagai organisasi internasional dalam mencegah terjadinya
Perang Dunia kedua, sehingga untuk mencegah kemungkinan terjadinya Perang Dunia
ketiga yang tentu saja tidak diinginkan oleh seluruh masyarakat negara di dunia
ini kemudian dibentuklah organisasi PBB tersebut.
PBB
diharapkan dapat menggantikan LBB dalam rangka untuk memelihara perdamaian
internasional dan meningkatkan kerjasama dalam memecahkan masalah ekonomi,
sosial dan kemanusiaan internasional. Namun di sisi lain organisasi
internasional PBB juga mendapatkan beberapa kritikan yang menganggap PBB
sebagai sebuah organisasi internasional yang berupaya untuk membentuk sebuah
pemerintahan yang mengatur seluruh dunia, terlihat dari negara-negara anggota
tetap dewan keamanannya yang beranggotakan negara-negara yang besar dan kuat
yang cenderung memiliki power
terbesar di dunia pada saat itu.
Berdirinya
organisasi Internasional PBB sangat dekat dengan tanggal merdekanya bangsa
Indonesia yang terpaut hanya beberapa bulan dari negara Indonesia yakni yang
merdeka pada 17 Agustus 1945. Indonesia pada saat baru merdeka tentu saja
membutuhkan pengakuan dari negara lain atas kemerdekaannya. Maka dari itu
Indonesia harus melakukan aktualisasi diri terhadap dunia internasional dengan
jalan bergabung dalam organisasi internasional seperti PBB yang pada masa itu
menjadi organisasi internasional yang sangat berpengaruh di dunia
Internasional.
Dengan
bergabungnya Indonesia dalam keanggotaan organisasi internasional PBB pada
tanggal 28 September 1950 ini menunjukkan upaya bangsa Indonesia selain untuk
aktualisasi diri ke dunia internasional yang tujuannya mendapatkan lebih banyak
pengakuan atas kemerdekaan negara Indonesia, bergabungnya Indonesia dalam organisasi
internasional PBB juga bertujuan agar dapat menjalin kerjasama dengan sesama
negara anggota dalam segala bidang. Dengan kerjasama tersebut tentu saja
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan negara Indonesia itu
sendiri serta dapat aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Namun
bagaimana jika suatu negara justru mengambil kebijakan untuk keluar dari
keanggotaan organisasi tersebut yang tentu saja dapat diperkirakan dampak
negatifnya bagi negara itu sendiri, yakni dapat terkucilkannya negara tersebut
dari dunia internasional. Dalam hal ini seperti yang dilakukan oleh negara
Indonesia pada tanggal 7 januari 1965 dengan dinyatakannya keputusan untuk
keluar dari keanggotaan organisasi internasional PBB melalui pidato langsung
dari presiden Soekarno dalam rapat umum Anti pangkalan Militer Asing di kalarta.
Jika
dianalisis berdasarkan kerangka berpikir penulis menganalisis pengambilan
keputusan negara Indonesia pada saat itu berdasarkan persepsi tunggal dan
keputusan tegas dari presiden Soekarno itu sendiri untuk keluar dari
keanggotaan organisasi internasional PBB pada masa itu. Keputusan itu diambil
berdasarkan pandangan serta sikap presiden Soekarno yang sudah berpandangan
kurang baik terhadap organisasi internasional PBB. Terdapat faktor pertama yang
menyebabkan presiden Soekarno mengambil kebijakan tersebut yakni terkait
perselisihan negara Indonesia dengan negara Malaysia.
Perselisihan
Indonesia dengan Malaysia ini sebenarnya sudah muncul sejak pendirian negara
Malaysia sebagai negara federasi Inggris. Presiden Soekarno menganggapnya
sebagai suatu ancaman bagi negara Indonesia di mana didirikannya negara
Malaysia sebagai negara federasi Inggris tersebut dianggap sebagai salah satu
langkah kolonialisme dan imperialisme barat. Bentuk konfrontasi terhadap
Malaysia ini dimulai lewat rapat raksasa tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta dimana
Presiden Soekarno meneriakkan dua komando yakni pertama, pertinggi ketahanan
revolusi. Kedua, bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah
dan Serawak untuk menghancurkan Malaysia. Bahkan sebelumnya yakni pada 27 Juli
1963, Bung Karno telah menyerukan slogan ‘Ganyang Malaysia’.
Konfrontasi
ini kemudian semakin memanas dengan rencana pengangkatan Malaysia sebagai
anggota tidak tetap dewan keamanan PBB, tentu saja hal tersebut menyebabkan
presiden Soekarno murka dan pada tanggal 31 Desember 1946 mengeluarkan ancaman lewat
pidatonya untuk keluar dari organisasi internasional PBB jika hal tersebut
benar-benar terjadi dengan poin-poin pidato sebagai berikut:
·
Agar para anggota PBB tidak mendukung
masuknya malaysia kedalam PBB
·
Agar anggota-anggota PBB lebih memilih
tetap tinggalnya Indonesia dalam PBB daripada mendukung masuknya malaysia
kedalam Dewan keamanan PBB
·
Memperingatkan PBB bahwa Indonesia
bersungguh-sungguh akan melaksanakan Niatnya.
Namun kenyataannya kemudian rencana
tersebut tetap saja direalisasikan oleh PBB walaupun secara tegas telah
menerima ancaman dari presiden Soekarno. Faktor inilah yang kemudian menjadi
faktor pertama penyebab negara Indonesia melalui presiden Soekarno menyatakan
keluar dari keanggotaan organisasi internasional PBB.
Faktor
selanjutnya tetap berdasarkan pandangan dari presiden Soekarno terhadap
organisasi internasional PBB. PBB dipandang sebagai suatu organisasi internasional
yang terlalu padat dengan kepentingan negara-negara Barat. Pada masa itu dunia
sedang mengalami yang namanya perang dingin antara blok barat dengan blok
timur. Dalam kondisi seperti ini seharusnya dengan hadirnya organisasi internasional
PBB yang dianggap sebagai organisasi yang menggantikan organisasi internasional
sebelumnya yakni LBB yang telah gagal dalam mencegah terjadinya perang dunia
kedua, PBB seharusnya menjadi organisasi interasional yang dapat mewujudkan
cita-citanya yakni memelihara perdamaian internasional dan meningkatkan
kerjasama dalam memecahkan masalah ekonomi, sosial dan kemanusiaan
internasional.
Dalam
hal ini seharusnya organisasi internasional PBB menjadi badan yang netral tidak
berlatar belakang atau memihak pada salah satu blok yang sedang bersitegang
dalam perang dingin, sehingga PBB dapat benar-benar mengakomodasi negara-negara
anggotanya yang tentu saja memiliki ideologi dan sistem pemerintahan yang
berbeda-beda satu sama lain. Namun pandangan presiden Soekarno terhadap PBB
justru organisasi internsional PBB ini cenderung condong ke arah blok barat.
Dimana terdapat dominasi negara-negara blok barat yakni Amerika Serikat dan
sekutunya.
Beberapa
fakta yang memperkuat pandangan Soekarno terhadap PBB tersebut yakni antara
lain soal kedudukan markas PBB yang sejak tahun 1946 berada di Amerika Serikat
yakni di New York bahkan hingga saat ini PBB masih tetap bermarkas di New York.
Pandangan Soekarno terhadap hal ini adalah markas PBB seharusnya diletakkan di
daerah yang netral dalam kondisi perang dingin seperti di masa itu. Namun
dengan diletakkannya markas PBB tersebut di New York, Amerika serikat semakin
menggambarkan kecondongan organisasi tersebut ke salah satu blok dalam kondisi
perang dingin pada masa itu.
Fakta
lainnya yang memperkuat asumsi Soekarno tersebut yakni tidak adanya pembagian
yang adil di antara personal organisasi internasional PBB dalam
lembaga-lembaganya, yakni antara lain sebagai contoh adalah bekas ketua UNICEF
adalah seorang warga negara Amerika, kemudian ketua Dana Khusus adalah Amerika,
selanjutnya badan Bantuan Teknik PBB diketuai oleh orang Inggris. Bahkan badan
kesekretariatan selalu dipegang kepala staf yang berkebangsaan Amerika sehingga
hasil kebijakan organisasi banyak mengakomodasi kepentingan Barat.
Fakta-fakta
inilah yang kemudian membuat persepsi pesimis dari presiden Soekarno terhadap
organisasi internasional PBB yang seharusnya menjadi sosok organisasi yang
netral namun ternyata terdapat dominasi negara-negara barat yang sangat kuat
dan berpengaruh. Persepsi yang dihasilkan kemudian, presiden Soekarno memandang
organisasi internasional PBB sebagai salah satu organisasi internasional yang
dibentuk berlandaskan paham kolonialisme dan imperialisme Eropa yang tentu saja
sangat dibenci oleh presiden Soekarno sehingga hal ini juga menjadi faktor yang
mendasari keputusan kebijakan Soekarno untuk keluar dari keanggotaan organisasi
internasional PBB pada masa itu.
Faktor
yang ketiga adalah adanya persepsi dari Soekarno terhadap organisasi
internasional PBB yang dipandang lemah dan tidak mampu menjalankan
tugas-tugasnya dalam mewujudkan tujuan organisasi tersebut yakni dalam hal
menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh negara-negara anggotanya. Bahkan
PBB cenderung hanya berfungsi sebagai media yang dijadikan arena beradu pendapat
dan bersengketa antara negara-negara anggotanya yang bersengketa.
Terkait
ketidakmampuan organisasi internasional PBB dalam menyelesaikan permasalahan
negara anggotanya dalam hal ini salah satunya adalah permasalahan perselisihan
antara Indonesia dengan Malaysia dan juga terkait masalah perjuangan Indonesia
untuk mempertahankan Iria Barat. Terkait dengan faktor-faktor sebelumnya dalam
hal konfrontasi Indonesia dengan Malaysia organisasi internasional PBB dianggap
sangat lamban dan cenderung lebih berpihak pada Malaysia. Persepsi ini
diperkuat dengan fakta bahwa negara Malaysia itu sendiri merupakan negara yang
didirikan sebagai negara federasi Inggris yang letaknya sangat dekat dengan
Indonesia. Hal ini yang dipandang sebagai ancaman oleh presiden Soekarno
terhadap keamanan dan keutuhan bangsa Indonesia.
Dalam
hal ini Inggris sebagai salah satu anggota tetap dewan keamanan PBB tentu saja
memiliki pengaruh yang kuat dalam pengambilan keputusan kebijakan PBB itu
sendiri. Sehingga dalam menanggapi permasalahan Indonesia dengan Malaysia ini
PBB cenderung condong dan memihak pada Malaysia dibawah pengaruh kuat Inggris. Terlihat
dengan adanya rencana dan realisasi penetapan Malaysia sebagai anggota tidak
tetap dewan keamanan PBB walaupun pada waktu itu Indonesia melalui pidato
presiden Soekarno telah memberikan ancaman serius untuk keluar dari keanggotaan
PBB. Di sini terlihat jelas proses pengambilan kebijakan organisasi
internasional PBB yang selalu cenderung mengutamakan dan berdasarkan
kepentingan-kepentingan negara Barat terutama negara-negara anggota tetap dewan
keamanan PBB itu sendiri.
Dalam
kasus Irian Barat, PBB dianggap lamban dalam menanggapi permasalahan tersebut. Sejak
tahun 1953 usaha melalui forum PBB dilakukan oleh Indonesia mengenai masalah
Irian barat ini, setiap tahun selalu diusulkan untuk dibahas dalam Sidang Umum
PBB namun sampai dengan Desember 1957 tak kunjung usaha berhasil disebabkan
dalam pemungutan suara, pendukung Indonesia tidak mancapai 2/3 jumlah suara di
Sidang Umum PBB. Sehingga
permasalahan Irian Barat yang dialami Indonesia cenderung tidak diperhatikan
bahkan untuk dibahas dalam sidang umum pun sedikit negara anggota PBB lainnya
yang mendukungnya.
Faktor-faktor
tersebut merupakan jawaban dari penyebab kebijakan luar negeri Indonesia untuk
keluar dari keanggotaan PBB pada masa pemerintahan Soekarno. Dalam
faktor-faktor tersebut didasari oleh salah satu unit analisis utama pengambil
keputusan yakni pemimpin negara itu sendiri dalam kasus ini adalah presiden
Soekarno dengan pandangan dan persepsi terhadap kondisi dunia pada saat itu dan
pengaruhnya terhadap keamanan dan keutuhan bangsa Indonesia sehingga menjadi
dasar pengambilan keputusan kebijakan luar negeri Indonesia pada masa
pemerintahannya.
Sedangkan
berdasarkan asumsi realisme yakni self
help dalam memandang tingkah laku bangsa Indonesia pada masa presiden
Soekarno terlihat ketika presiden Soekarno tidak percaya lagi dan meragukan
kemampuan organisasi Internasional PBB dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
utamanya untuk menjaga keamanan dunia serta membantu menyelesaikan masalah
negara-negara anggotanya. Sehingga Indonesia memilih untuk keluar dari
organisasi internasional PBB. Mungkin dengan keluarnya Indonesia dari PBB ini
dinilai oleh negara lain akan berdampak negatif bagi Indonesia karena akan
dapat mengurangi aktualisasi negara Indonesia dalam dunia internasional bahkan
mungkin akan terkucilkan. Namun hal tersebut tidak selalu dapat dianggap benar
karena terdapat upaya self help dari
negara Indonesia itu sendiri.
Presiden
Soekarno mendirikan Conefo (Konferensi Negara-Negara Kekuatan Baru) sebagai
tandingan PBB yang tidak sedikit mendapat dukungan dari negara lain, serta
Indonesia melalui presiden Soekarno juga sukses menyelenggarakan Ganefo
(tandingan Olimpiade versi Conefo) yang diikuti 2.250 atlet dari 48 negara di
Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan
asing.
Fakta tersebut menggambarkan upaya self
help negara Indonesia dalam perjuangannya sendiri untuk mempertahankan
aktualisasi dirinya di dunia internasional dan menunjukkan bahwa Indonesia menjadi
negara yang masih disegani di dunia internasional walaupun sudah keluar dari
keanggotaan organisasi internasional PBB.
VI. KESIMPULAN
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia untuk keluar dari keanggotaan
PBB di masa pemerintahan presiden Soekarno lebih ditekankan pada keputusan satu
arah dari pemimpin negara (single actor)
tersebut berdasarkan persepsi dan pandangan presiden Soekarno terhadap situasi
dan kondisi dunia internasional pada waktu itu demi menjaga keamanan dan
keutuhan negara Indonesia.
Faktor
penyebab diambilnya keputusan untuk keluar dari PBB secara garis besar
didasarkan pada pandangan presiden Soekarno terhadap PBB yang dianggap tidak
mampu mewujudkan tujuan PBB untuk menjaga keamanan dunia dan membantu
menyelesaikan permasalahan negara-negara anggotanya. Didukung pula dengan
upaya-upaya self help negara Indonesia
untuk berjuang sendiri agar tetap dapat mengaktualisasikan diri di dunia
internasional dan menjadi negara yang tidak terkucilkan namun tetap mampu
disegani oleh negara lain walaupun sudah keluar dari keanggotaan PBB.
VII. DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Eby
Hara, Abubakar. 2011. Pengantar ANALISIS
POLITIK LUAR NEGERI: Dari Realisme sampai Konstruktivisme. Bandung: NUANSA
INTERNET